Memperingati Hari Lahir Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia

Oleh: Hernadi Affandi

Setiap tanggal 10 Desember selalu diperingati sebagai hari lahir Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) atau Universal Declaration of Human Rights (UDHR). Tanggal tersebut merupakan saat di mana Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menerima dan mengumumkan DUHAM tersebut pada tanggal 10 Desember 1948 di Paris Prancis. Dengan demikian, seluruh bangsa di dunia pada hari ini merayakan peringatan kelahiran DUHAM yang ke-73 tahun.

Perjalanan panjang sejarah kelahiran DUHAM tersebut sangat dirasakan oleh bangsa-bangsa di dunia terutama yang menghadapi masalah HAM pada waktu itu. Kelahiran DUHAM tersebut merupakan momentum lahirnya pengakuan, penghormatan, dan perlindungan HAM di tingkat dunia. Meskipun DUHAM atau UDHR tidak bersifat mengikat secara hukum, kehadirannya sangat berarti dalam menumbuhkan kesadaran dunia atas HAM yang sebelumnya dirasakan kurang dihormati dan dilindungi.

Secara substantif, DUHAM tersebut berisi pembukaan dan 30 pasal yang sarat dengan pengakuan, penghormatan, dan perlindungan HAM. Secara singkat dapat disebutkan bahwa pembukaan DUHAM menegaskan adanya pengakuan dan perlindungan hak dan martabat manusia yang tidak dapat dicabut. Selanjutnya, hal itu dinyatakan secara eksplisit di dalam Pasal 1 yang berbunyi “Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam persaudaraan”.

Meskipun pada saat kelahiran DUHAM terdapat tuduhan bahwa HAM yang diatur di dalamnya berbau Barat, sejarah menunjukkan bahwa DUHAM tersebut menjadi rujukan paling utama dalam pengakuan, penghormatan, dan perlindungan HAM. Berbagai negara di dunia yang memiliki kepedulian terkait dengan HAM telah menerima DUHAM tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung. Bahkan, negara-negara di dunia bukan hanya menerima DUHAM, tetapi juga mengadopsi materi-muatannya ke dalam hukum nasional masing-masing.

Menurut PBB, DUHAM telah memberikan inspirasi setidaknya terhadap lebih dari 80 perjanjian dan deklarasi HAM internasional, sejumlah besar konvensi HAM regional, undang-undang HAM domestik, dan ketentuan konstitusi. Tercatat dua kovenan yang monumental adalah International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-hak Sipil dan Politik) dan International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya).

Khusus untuk Indonesia, DUHAM tersebut juga menjadi inspirasi lahirnya berbagai undang-undang, termasuk meratifikasi berbagai kovenan turunannya. Bahkan, hal itu juga menginspirasi para anggota MPR ketika melakukan perubahan UUD 1945, khususnya perubahan kedua yang memasukkan materi-muatan HAM ke dalam UUD 1945. Tercatat 10 pasal baru yang dimasukkan ke dalam UUD 1945 pada waktu perubahan kedua tersebut, yaitu Pasal 28A sampai dengan Pasal 28J. Dengan demikian, materi-muatan UUD 1945 khususnya yang mengatur HAM menjadi lebih komprehensif.

Salah satu undang-undang yang terinspirasi adalah Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia yang disahkan pada masa pemerintahan Presiden B.J. Habibie. Hal itu antara lain tampak dalam konsiderans menimbang huruf d yang berbunyi “bahwa bangsa Indonesia sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa mengemban tanggung jawab moral dan hukum untuk menjunjung tinggi dan melaksanakan Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, serta berbagai instrumen internasional lainnya mengenai hak asasi manusia yang telah diterima oleh negara Republik Indonesia”.

Indonesia juga sudah meratifikasi kedua kovenan tersebut di atas dengan disahkannya dua undang-undang pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pertama, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya) pada tanggal 28 Oktober 2005. Kedua, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-hak Sipil dan Politik) juga pada tanggal 28 Oktober 2005.

Selain itu, terdapat puluhan undang-undang lain yang secara langsung atau tidak langsung juga mengakomodasi materi-muatan DUHAM dan instrumen turunannya. Dengan demikian, peringatan kelahiran DUHAM bukan saja diharapkan akan menjadi momentum untuk lebih menegaskan pengakuan, penghormatan, dan perlindungan HAM di Indonesia, tetapi yang jauh lebih penting adalah pelaksanaan dan pemenuhannya. Komitmen tersebut harus terus diwujudkan oleh Indonesia jika ingin dianggap sebagai negara yang mengakui, menghormati, melindungi, melaksanakan, dan memenuhi HAM dalam kenyataan bukan hanya di atas kertas.

Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung.

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below