Menanti Pelaksanaan Undang-Undang Ibu Kota Negara (Bagian Kedua Puluh Empat)

Oleh: Hernadi Affandi

Potensi akan terjadinya persoalan yang mungkin dihadapi oleh Otorita Ibu Kota Nusantara sebagai penyelenggara Pemerintahan DKI Nusantara adalah terlalu banyak undang-undang yang dikesampingkan oleh UU IKN. Hal itu terjadi karena dalam rangka mengutamakan kekhususan dari Ibu Kota Nusantara.

Adanya kekhawatiran terjadinya tumpang tindih kewenangan di antara pihak-pihak terkait sudah disinyalir oleh pembentuk UU IKN sendiri. Hal itu antara lain tampak dalam Penjelasan Umum UU IKN yang menjelaskan ketidakjelasan pembagian urusan, tarik menarik, dan tumpang tindih kewenangan antara Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah penyelenggara Ibu Kota Negara.

Penjelasan Umum UU IKN, khususnya alinea terakhir, berbunyi sebagai berikut: Dalam Undang-Undang ini, penyelenggaraan pemerintahan daerah di Ibu Kota Nusantara dilakukan dengan memberikan pengaturan atas berbagai kekhususan yang berbeda dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang ada selama ini.

Penyelenggaraan pemerintahan yang khusus di Ibu Kota Nusantara tersebut dimungkinkan dengan mengacu pada Pasal 18B ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan berbagai kekhususan yang ada di Ibu Kota Nusantara, baik yang terkait dengan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara maupun penyelenggaraan kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, diharapkan berbagai permasalahan, antara lain, ketidakjelasan pembagian urusan, tarik menarik, dan tumpang tindih kewenangan antara Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah penyelenggara Ibu Kota Negara dalam berbagai hal dan urusan pemerintahan tidak lagi terjadi dalam pelaksanaannya.

Dengan demikian, potensi terjadinya tumpang tindih kewenangan sudah diprediksi sendiri oleh pembentuk UU IKN. Potensi tersebut diperbesar dengan banyaknya ketentuan peraturan perundang-undangan yang dikesampingkan keberlakuannya atas dasar keistimewaan Ibu Kota Nusantara.

Selain beberapa undang-undang yang sudah disebutkan di atas, undang-undang yang dikesampingkan termasuk juga Undang-Undang Pemerintahan Daerah, dan Undang-Undang Pemilihan Umum. Hal itu tentu sangat rawan terjadinya “kekosongan hukum” atau “kekososngan undang-undang” di Ibu Kota Nusantara dalam hal-hal tertentu.

Pengesampingan Undang-Undang Pemerintahan Daerah antara lain ditegaskan di dalam Penjelasan Pasal 8 UU IKN. Rumusan Pasal 8 UU IKN sebenarnya merupakan penegasan terkait dengan bentuk dan susunan pemerintahan IKN Nusantara sebagaimana telah diatur pada bagian lainnya dari UU IKN sendiri.

Pasal 8 UU IKN berbunyi sebagai berikut: Penyelenggara Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara adalah Otorita Ibu Kota Nusantara. Namun demikian, Penjelasan Pasal 8 UU IKN justru mengesampingkan peraturan perundang-undangan tentang pemerintahan daerah, sehingga sangat potensial terjadinya persoalan.

Selengkapnya, Penjelasan Pasal 8 UU IKN menjelaskan sebagai berikut: Dengan mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pemerintahan daerah, di Ibu Kota Nusantara dibentuk Otorita Ibu Kota Nusantara yang diberi kewenangan untuk mengatur dan melaksanakan fungsi pemerintahan daerah dengan ketentuan yang diatur dengan Undang-Undang ini, termasuk tetapi tidak terbatas pada pelaksanaan persiapan, pembangunan, pemindahan, dan pengelolaan Ibu Kota Negara.

Berdasarkan ketentuan tersebut, potensi terjadinya kekosongan hukum atau kekosongan undang-undang di Ibu Kota Negara sangat terbuka lebar. Hal itu dapat terjadi karena UU IKN sendiri tidak terlalu lengkap dan rinci mengatur terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah di Ibu Kota Negara. (Bersambung).

Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung.

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below