Menanti Pelaksanaan Undang-Undang Ibu Kota Negara (Bagian Keenam)

Oleh: Hernadi Affandi

Ketiga kekhususan DKI Nusantara tersebut dijelaskan di dalam penjelasan masing-masing ayat tersebut. Penjelasan Pasal 5 ayat (2) berbunyi sebagai berikut: “Sebagai salah satu bentuk kekhususan, Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara hanya diselenggarakan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara tanpa keberadaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana berlaku pada bentuk pemerintahan daerah secara umum.”

Penjelasan Pasal 5 ayat (4) berbunyi sebagai berikut: Sebagai salah satu bentuk kekhususan, kepala daerah di Ibu Kota Nusantara tidak dipilih melalui pemilihan umum namun ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden dengan sebelumnya berkonsultasi dengan DPR. Yang dimaksud dengan “berkonsultasi dengan DPR’ adalah berkonsultasi dengan alat kelengkapan DPR yang ditunjuk dan/atau diberi kewenangan untuk hal tersebut.

Penjelasan Pasal 5 ayat ayat (6) berbunyi sebagai berikut: Sebagai salah satu bentuk kekhususan, Otorita lbu Kota Nusantara memiliki kewenangan menetapkan sendiri peraturan dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara, kecuali peraturan yang harus mendapatkan persetujuan DPR sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

Berdasarkan rumusan beserta penjelasan dari Pasal 5 ayat (2), (4), dan (6) UU IKN tampak 3 aspek yang dimiliki oleh DKI Nusantara yang berbeda dengan DKI Jakarta. Pertama, DKI Nusantara tidak memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) seperti DKI Jakarta pada khususnya dan daerah otonom pada umumnya.

Dalam hal ini, penyelenggara pemerintahan di DKI Nusantara tidak mempunyai mitra seperti halnya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta saat ini. Dengan demikian, penyelenggaraan pemerintahan di DKI Nusantara bersifat tunggal karena hanya dijalankan oleh Otorita sendiri tanpa ada mitra atau bersama DPRD.

Kedua, Kepala Daerah DKI Nusantara yang disebut Kepala Otorita DKI Nusantara tidak dipilih dalam pemilihan kepala daerah (pilkada), tetapi ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden. Hal itu yang membedakan mekanisme pengisian jabatan Gubernur sebagai kepala daerah yang bersifat otonom dengan kepala Otorita sebagai pimpinan wilayah yang bersifat administratif semata atau tidak bersifat otonom.

Selama ini, Gubernur DKI Jakarta dipilih secara langsung oleh rakyat dalam waktu lima tahunan seperti halnya di tempat lain yang juga bersifat otonom. Dengan demikian, pengisian kepala Otorita DKI Nusantara sepenuhnya bergantung kepada Presiden tanpa memerlukan keterlibatan rakyat melalui pilkada.

Ketiga, produk hukum yang dikeluarkan oleh penyelenggara pemerintahan DKI Nusantara tidak dinamakan peraturan daerah (perda). Hal itu disebabkan peraturan tersebut hanya dikeluarkan sendiri oleh Otorita lbu Kota Nusantara tanpa melibatkan DPRD seperti yang selama ini terjadi di DKI Jakarta.

Selain itu, peraturan yang dikeluarkan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara justru harus mendapatkan persetujuan dari DPR (pusat) bukan dari DPRD karena memang tidak ada DPRD. Hal itu sebagai konsekuensi dari status DKI Nusantara bukan sebagai daerah otonom, sehingga tidak ada DPRD yang bersama-sama membentuk perda seperti selama ini yang berjalan di DKI Jakarta. (Bersambung).

Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung.

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below