Menanti Pelaksanaan Undang-Undang Ibu Kota Negara (Bagian Kelima Belas)

Oleh: Hernadi Affandi

Adapun pengertian kawasan khusus dijelaskan di dalam Pasal 1 angka 19 UU Pemda tersebut sebagai berikut: Kawasan khusus adalah bagian wilayah dalam provinsi dan/atau kabupaten/kota yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan yang bersifat khusus bagi kepentingan nasional.

Selanjutnya, ketentuan terkait dengan kawasan khusus diatur di dalam  Pasal 9 ayat (1) UU Pemda tersebut. Selengkapnya berbunyi: Untuk menyelenggarakan fungsi pemerintahan tertentu yang bersifat khusus bagi kepentingan nasional, Pemerintah dapat menetapkan kawasan khusus dalam wilayah provinsi dan/atau kabupaten/kota.

Penjelasan Pasal 9 ayat (1) UU Pemda tersebut menjelaskan sebagai berikut: Kawasan khusus adalah kawasan strategis yang secara nasional menyangkut hajat hidup orang banyak dari sudut politik, sosial, budaya, lingkungan dan pertahanan dan keamanan. Dalam kawasan khusus diselenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan tertentu sesuai kepentingan nasional. Kawasan khusus dapat berupa kawasan otorita, kawasan perdagangan bebas, dan kegiatan industri dan sebagainya.

Berdasarkan ketentuan UU Pemda tersebut, keberadaan kawasan khusus otorita “hanya” dijelaskan di dalam Penjelasan Umum dan Penjelasan Pasal 9 ayat (1). Artinya, berbeda dengan UU Pemda sebelumnya (UU Nomor 22 Tahun 1999) kawasan otorita tidak diatur di dalam batang tubuh UU Nomor 32 Tahun 2004.

Selanjutnya, kawasan khusus otorita diatur di dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) yang saat ini berlaku sebagai hukum positif. Seperti sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya, kawasan khusus otorita diatur di dalam Pasal 360 UU Nomor 23 Tahun 2014 tersebut.

Dalam UU Pemda yang saat ini berlaku, kawasan khusus otorita bukan merupakan “pemerintahan daerah”, tetapi hanya merupakan bagian wilayah dari daerah provinsi, kabupaten, atau kota. Dengan demikian, pemberian status pemerintahan daerah dan otorita sekaligus merupakan sesuatu yang janggal.

Pemberian status otorita bagi “pengelola” Ibu Kota Negara sebenarnya tidak terlalu menyalahi ketentuan UU Pemda tersebut karena otorita merupakan kawasan khusus. Dalam hal ini, kekhususannya adalah untuk menyelenggarakan fungsi pemerintahan yang bersifat khusus sebagai Ibu Kota Negara, tetapi semestinya tidak dijadikan sebagai pemerintahan daerah.

Namun demikian, UU IKN justru mengesampingkan ketentuan yang diatur oleh peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Pemerintahan Daerah. Meskipun tidak dinyatakan secara eksplisit, artinya UU IKN mengesampingkan juga UU Nomor 23 Tahun 2014 sebagai hukum positif di bidang pemerintahan daerah saat ini.

Hal itu ditegaskan di dalam Pasal 42 UU IKN yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut: Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku: a. seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan ketentuan yang diatur khusus dalam Undang-Undang ini; dan

b. peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pemerintahan daerah, dinyatakan tidak berlaku dalam hal kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.

Berdasarkan ketentuan tersebut, UU Pemda yang saat ini berlaku sebagai dasar hukum bagi seluruh penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia menjadi tidak berlaku di Ibu Kota Negara baru. Dengan demikian, UU IKN diposisikan sebagai undang-undang yang bersifat spesialis, sedangkan UU Pemda bersifat generalis.

Hal itu menjadi persoalan dari segi legalitas karena UU Pemda merupakan undang-undang organik, sedangkan UU IKN bukan undang-undang organik. Secara hukum, undang-undang organik sebagai pelaksanaan perintah UUD 1945 memiliki kedudukan yang lebih kuat jika dibandingkan dengan undang-undang yang bukan organik.(Bersambung).

Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung.

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below