Mengenang Jasa dan Sumbangsih Prof. Dr. Mr. R. Soepomo (Bagian Kedua)

Oleh: Hernadi Affandi

Dalam masa sidang pertama BPUPKI yang berlangsung selama empat hari tersebut, tercatat ada lebih kurang 32 orang anggota BPUPKI yang berbicara. Adapun rinciannya adalah pada tanggal 29 Mei 1945 tercatat 11 orang, tanggal 30 Mei 1945 tercatat 10 orang, tanggal 31 Mei 1945 tercatat 6 orang, dan tanggal 1 Juni 1945 tercatat 5 orang. Soepomo sendiri berbicara dan menyampaikan pandangannya tentang konsep dasar-dasar negara merdeka di hadapan pimpinan dan anggota BPUPKI pada tanggal 31 Mei 1945.

Dalam kesempatan itu, Soepomo menyampaikan garis-garis besar tentang dasar-dasar negara tanpa memberikan penomoran. Namun demikian, jika dikelompokkan atau diurutkan terdapat lima poin pokok-pokok pikirannya tentang dasar-dasar negara yang diusulkannya. Kelima usulan tersebut sebagai berikut: pertama, prinsip persatuan dalam negara seluruhnya; kedua, dasar persatuan dan kekeluargaan; ketiga, semangat gotong-royong; keempat, negara nasional yang bersatu; dan kelima, sosialisme negara.

Selanjutnya, Soepomo dalam kesempatan itu juga mengemukakan pandangannya tentang teori negara integralistik atau negara totaliter. Teorinya tersebut sebagai koreksi atas pandangan Jeremy Bentham yang berdasar atas paham individualisme dengan semboyannya “the greatest happines of the greatest number”. Menurutnya, negara harus mengatasi segala golongan dan segalaseseorang, mempersatukan diri dengan segala lapisan rakyat seluruhnya.

Kedudukan Soepomo menjadi sangat sentral di dalam pendirian negara ketika duduk sebagai anggota PPKI yang ditunjuk pula menjadi Ketua Tim Kecil Penyusun UUD 1945. Bahkan, uraian dan pandangannya dalam penyusunan rancangan UUD 1945 kemudian dijadikan sebagai Penjelasan UUD 1945 yang memuat hal-hal yang sangat fundamental. Oleh karena itu, UUD 1945 banyak dipengaruhi oleh pikiran Soepomo sebagai penyusunnya.

Sumbangsih Soepomo dalam penyusunan rancangan UUD 1945 tidak dapat dikesampingkan begitu saja karena ia merupakan arsitek penyusunan rancangan UUD 1945. Soekarno sendiri mengakui jasa Soepomo yang sangat besar dalam perumusan dan penyusunan UUD 1945 yang kemudian disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Demikian besarnya jasa dan karya Soepomo dalam penyusunan dan perancangan UUD 1945 tidak berlebihan kiranya jika dianggap sebagai arsitek dalam penyusunan UUD 1945.

Jasa dan sumbangsih Soepomo bukan saja pada saat penyusunan UUD 1945, tetapi juga ketika menyusun Konstitusi Republik Indonesia Serikat (KRIS) 1949 dan UUD Sementara 1950. Dengan demikian, Soepomo bukan saja menjadi arsitek penyusunan dan perancangan UUD 1945, tetapi juga arsitek untuk Konstitusi RIS 1949 dan UUD Sementara 1950. Soepomo

Setelah kemerdekaan, Soepomo diangkat menjadi Menteri Kehakiman Republik Indonesia yang pertama, dan ketika bentuk negara menjadi RIS juga menjabat sebagai Menteri Kehakiman RIS. Soepomo juga sempat menjadi anggota delegasi dalam beberapa perundingan yang dilakukan oleh Indonesia dengan Belanda, termasuk di Sidang Umum PBB.

Perundingan yang pernah diikutinya antara lain sebagai anggota delegasi Perjanjian Renville (1948), perundingan Roem-Roeyen (Mei 1949), dan Konferensi Meja Bundar (Agustus 1949). Selain itu, Soepomo menjadi anggota delegasi RI di Sidang Umum ke-5 PBB di Lake Success (November 1950), anggota delegasi RI di konferensi perdamaian dengan Jepang di San Fransisco (Agustus 1951).

Soepomo juga pernah menjadi Duta Besar Istimewa dan berkuasa penuh di Belanda (Juli 1951), dan duta besar RI di Lebanon (15 April 1954). Jabatan-jabatan penting lainnya setelah itu antara lain adalah anggota Komite Nasional Indonesia Pusat, anggota Panitia Reorganisasi Tentara Republik Indonesia.  Selanjutnya, posisi yang sempat dipegangnya adalah pimpinan Lembaga Pembinaan Hukum Nasional dan anggota Panitia Negara Urusan Konstitusi.

Soepomo wafat dalam usia yang relatif masih sangat muda, yaitu 55 tahun, pada tanggal 12 September 1958. Sebagai bentuk penghargaan atas jasa dan sumbangsihnya, Soepomo dianugerahi beberapa penghargaan dari negara. Beberapa tanda penghargaan tesebut adalah Satyalencana Peringatan Perjuangan Kemerdekaan No. Skep. 228 Tahun 1961, Bintang Maha Putra Utama No. 21/BTK/Th 1963, dan Pahlawan Kemerdekaan Nasional dengan SKEP 123 Tahun 1965 tanggal 14 Mei 1965.

Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung.

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below