Menggagas Pembentukan Pengadilan HAM Nonberat Di Indonesia (Bagian Kedua Puluh Enam)

Oleh: Hernadi Affandi

Pengaturan hak asasi manusia (HAM) baik hukum materiil maupun hukum formilnya ke dalam satu naskah undang-undang akan memperkuat dalam upaya penghormatan, perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM di Indonesia. Semua aspek tersebut akan diatur secara tegas, jelas, dan rinci di dalam satu undang-undang yang sama tanpa harus mencari dari berbagai undang-undang yang berbeda-beda. Dengan demikian, semua aspek yang diperlukan dalam penghormatan, perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM akan merupakan satu kesatuan yang utuh.

Dalam praktik, pengaturan HAM di dalam undang-undang yang berbeda-beda saat ini bukan saja sulit untuk mengetahui dan menemukan jenis-jenis HAM, tetapi juga menunjukkan bahwa HAM seakan-akan terpisah satu sama lain. Pengaturan secara terpisah tersebut secara langsung atau tidak langsung dapat mempersulit dalam penegakan HAM ketika terjadi pelanggaran terhadapnya. Terlebih lagi, pengaturan tersebut belum memasukkan jenis dan bentuk sanksi apabila terjadi pelanggaran HAM, sehingga menimbulkan perdebatan apakah suatu pelanggaran itu termasuk pelanggaran HAM atau bukan.

Namun demikian, pengaturan hukum materiil dan hukum formil (hukum acara) HAM ke dalam satu naskah undang-undang juga bukan tanpa masalah. Persoalan yang akan dihadapi adalah terkait dengan cakupan dan ruang lingkup HAM itu sendiri yang sangat luas. Secara de facto, seiring perkembangan zaman dan kemajuan masyarakat HAM selalu berkembang dan memasuki seluruh aspek kehidupan manusia. Hampir tidak ada aspek kehidupan manusia yang dapat dilepaskan dari HAM baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, ruang lingkup HAM seluas aspek kehidupan manusia itu sendiri.

Pada awal kelahiran dan perkembangannya, HAM selalu dikaitkan dengan hak-hak mendasar dan fundamental yang diberikan oleh Tuhan sejak kelahiran manusia. Hal itu tampak dari berbagai definisi yang diberikan oleh para pakar, termasuk dalam hukum positif di Indonesia. Namun demikian, dalam perkembangannya HAM bukan hanya terkait dengan hak-hak yang diberikan oleh Tuhan sejak kelahiran, tetapi mengalami perkembangan yang semakin luas. Secara akademik, kenyataan itu dapat menimbulkan perbedaan pandangan apakah suatu hak itu benar-benar sebagai HAM atau “hanya” hak biasa.

Keberadaan HAM yang luas tersbut akan memasuki semua aspek kehidupan manusia mulai dari hal-hal sangat pribadi sampai kepada hal-hal yang bersifat publik. HAM akan selalu mengikuti kehidupan manusia di manapun dan kapanpun karena HAM akan selalu terkait baik secara langsung maupun tidak langsung dengan manusia. Oleh karena itu, penghormatan, perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM juga akan memasuki aspek kehidupan manusia yang sangat luas dan beragam tersebut. Hal itu juga menunjukkan bahwa HAM harus dipertahankan jika ada pelanggaran terhadapnya melalui hukum materiil dan hukum formil (hukum acara) yang dibuat tersendiri.

Dalam menuju ke arah terbentuknya ketentuan tentang HAM dalam suatu undang-undang yang lengkap dan komprehensif tentu masih memerlukan penelitian dan pemilahan yang mendalam dan jelas. Termasuk di dalamnya pemilahan HAM Sipol dan HAM Ekosob yang disertai dengan sanksinya jika ada pelanggaran terhadapnya. Keluasan ruang lingkup HAM menyebabkan undang-undang tersebut akan memiliki materi muatan yang berisi ratusan atau mungkin ribuan pasal. Keadaan itu tidak terhindarkan karena ruang lingkup HAM yang semakin luas dan berkembang.

Oleh karena itu, dalam rangka pengaturan semua jenis HAM ke dalam satu undang-undang yang lengkap dan komprehensif harus ada pengintegrasian materi muatan yang sudah diatur di dalam undang-undang yang berbeda-beda saat ini. Cara ini akan memudahkan dalam penelusuran HAM apa saja yang sudah diatur dan sebaliknya HAM mana saja yang belum diatur. Selain itu, materi muatannya harus disusun secara harmonis agar tidak terjadi tumpang tindih, bahkan bertentangan satu sama lain. Pengaturan tersebut juga memerlukan sistematisasi mulai dari HAM yang paling dasar sampai kepada hal yang bersifat pengembangan lebih lanjut atau mulai dari yang umum sampai kepada yang khusus.

Penyusunan tersebut juga perlu dilakukan secara kronologis misalnya HAM Sipol terlebih dahulu baru kemudian HAM Ekosob. Di dalamnya perlu ada klasifikasi yang jelas mana yang termasuk pelanggaran HAM berat (kejahatan HAM) dan pelanggaran HAM nonberat (biasa, sedang, atau ringan). Meskipun HAM secara filosofis memiliki makna yang sama-sama mendasar dan fundamental, praktiknya HAM itu memiliki gradasi mulai dari yang termasuk HAM yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun (nonderogable rights) sampai kepada HAM yang dapat dikurangi dalam keadaan tertentu (derogable rights) berdasarkan ketentuan undang-undang.

Pengaturan tersebut juga harus koheren dalam arti berhubungan atau bersangkut paut satu sama lain. Secara normatif,  HAM dibagi ke dalam HAM Sipil dan Politik (HAM Sipol) dan HAM Ekonomi, Sosial, dan Budaya (HAM Ekosob). Namun demikian, pemisahan itu tidak kaku (zakelijk) karena prinsipnya HAM itu tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Penghormatan, perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM tertentu akan berpengaruh terhadap HAM yang lain. Oleh karena itu, HAM dapat dibedakan, tetapi tidak mungkin dipisahkan masing-masing dalam tempat yang berbeda karena merupakan satu kesatuan yang utuh dan menyeluruh. (Bersambung).

Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung.

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below