Menggagas Pembentukan Pengadilan HAM Nonberat Di Indonesia (Bagian Keempat Puluh)

Oleh: Hernadi Affandi

Ketentuan nornatif di dalam UUD 1945 tersebut menandakan bahwa HAM itu melekat pada setiap orang atau setiap individu bukan melekat pada suatu kumpulan orang baik dalam bentuk masyarakat atau warga negara. “Setiap orang” juga menandakan bahwa HAM itu melekat pada “setiap orang” manapun atau siapapun bukan hanya orang Indonesia, tetapi juga orang asing. Dengan kata lain, “setiap orang” dalam pengertian tersebut merupakan generalisasi tanpa ada batas-batas latar belakang atau asal-usul seperti sosial, budaya, agama, negara atau kewarganegaraan, dan lain-lain.

Secara umum, setiap orang dari manapun, dengan latar belakang apapun, HAM-nya akan mendapatkan penghormatan dari setiap orang yang lain. Hal itu terjadi karena (setiap) orang lain memiliki kewajiban untuk menghormati hak setiap orang tersebut. Konsekuensi dari penggunaan frasa “setiap orang” memiliki HAM tertentu adalah “setiap orang” memiliki pula kewajiban untuk menghormati HAM orang lain. Dengan demikian, antara HAM yang dimiliki akan berkorelasi dengan HAM yang akan diterima atau sebaliknya akibat menghormati HAM orang lain, HAM setiap orang atau individu juga akan dihormati.

Hal itu terjadi karena (setiap) orang lain memiliki kewajiban untuk menghormati hak setiap orang tersebut. Dalam UUD 1945 ditegaskan bahwa “Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara”. Dengan demikian, masing-masing “setiap orang” tersebut juga memiliki kewajiban untuk menghormati HAM orang lain. Oleh karena itu, hak dan kewajiban dalam konteks tersebut lebih ditekankan kepada “setiap orang” bukan kepada semua orang. Konsekuensinya, setiap orang akan saling menghormati hak “setiap orang” yang lain atau setiap HAM orang lain.

Selain digunakan frasa “setiap orang”, di dalam UUD 1945 juga digunakan frasa “setiap anak” ketika berbicara HAM yang dimiliki oleh anak atau HAM anak. Contohnya adalah “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Meskipun “setiap orang” termasuk di dalamnya “setiap anak”, atau “setiap anak” termasuk ke dalam “setiap orang”, penggunaan kedua frasa tersebut memilik makna yang berbeda. Pengertian “setiap orang” dapat termasuk anak, tetapi pengertian “setiap anak” belum tentu termasuk “setiap orang”.

Perbedaan utama antara frasa “setiap anak” dengan “setiap orang” adalah bahwa HAM anak memiliki kekhususan dari HAM setiap orang. Konsekuensinya, HAM anak mendapatkan pengaturan secara khusus, dan untuk lebih memberikan penekanan bahwa ada HAM anak di dalam konteks HAM. Persamaan dengan pengertian setiap orang adalah bahwa pengertian setiap anak juga dalam pengertian umum di mana maksudnya untuk setiap anak tanpa dibatasi oleh latar belakang atau asal-usul seperti sosial, budaya, agama, negara atau kewarganegaraan, dan lain-lain.

Secara normatif, anak sebagai pribadi memiliki HAM seperti orang dewasa, meskipun di dalam pelaksanaannya akan memiliki perbedaan karena anak memiliki keterbatasan dalam melaksanakan HAM-nya. Dalam hal-hal tertentu, anak belum memiliki hak yang di dalam pelaksanaannya mempersyaratkan atau membutuhkan syarat-syarat tertentu. Misalnya, anak belum memiliki hak untuk memilih dan dipilih dalam pemilihan umum, anak belum memiliki hak untuk membuat perjanjian, anak belum mempunyai hak untuk bekerja, dan lain-lain. Beberapa contoh hak tersebut mempersyaratkan usia tertentu sebagai prasyarat yang harus dipenuhi agar dapat dinikmati oleh anak tersebut.

Namun, setelah usia anak tersebut mencukupi atau memasuki usia dewasa, secara otomatis anak tersebut akan memiliki hak yang utuh seperti orang dewasa pada umumnya. Misalnya, anak yang sudah dewasa tersebut memiliki hak untuk memilih dan dipilih dalam pemilihan umum, memiliki hak untuk membuat perjanjian, memiliki hak untuk memperoleh pekerjaan, dan lain-lain. Pengecualiannya adalah apabila anak yang sudah dewasa tersebut memiliki kekurangan atau kelainan yang masih memerlukan bantuan orang tua atau walinya. Dalam hal itu, hak-haknya tidak sepenuhnya dapat dijalankan tanpa bantuan orang tua atau walinya.

Selain dikenal istilah setiap orang dan setiap anak, di dalam UUD 1945 diatur pula sebutan “tiap-tiap warga negara” atau “setiap warga negara”. Secara bahasa, pengertian “tiap-tiap” dengan “setiap” memiliki makna yang sama, yaitu sama-sama sebagai merujuk kepada setiap individu bukan merujuk kepada kesatuan atau kelompok. Contohnya adalah “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”, “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”, “Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan”, dan lain-lain.

Berbeda dengan istilah sebelumnya, yaitu setiap orang atau setiap anak, pengertian setiap warga negara maknanya lebih khusus yaitu ditujukan kepada warga negara, dalam hal ini Warga Negara Indonesia (WNI). Artinya, dalam hal ini ada kekhususan dari hak-hak yang diatur di dalam UUD 1945 tersebut ditujukan hanya untuk atau kepada WNI, sedangkan yang non-WNI tidak mendapatkan hak tersebut. Dalam hal ini, kekhususan bukan disebabkan kepada latar belakang atau asal-usul seperti sosial, budaya, atau agama, tetapi karena status kewarganegaraan, yaitu WNI. Dengan kata lain, orang asing atau non-WNI tidak akan mendapatkan hak-hak yang seharusnya diterima dan dimiliki oleh seorang WNI. (Bersambung).

Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung.

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below