Menggagas Pembentukan Pengadilan HAM Nonberat Di Indonesia (Bagian Kelima Puluh Dua)

Oleh: Hernadi Affandi

Pengaturan hak anak di dalam UU HAM bukan hanya dalam rangka melindungi hak anak atas pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan, tetapi juga hak atas perlindungan hukum dan keamanan, dan lain-lain. Dalam hal ini, semua aspek yang menjadi ruang lingkup HAM pada umumnya juga berlaku untuk anak. Namun demikian, UU HAM memberikan pengecualian dan pengkhususan sepanjang berkaitan dengan perlindungan terhadap hak anak. Adanya pengecualian tersebut bukan untuk melakukan diskriminasi terhadap anak, tetapi justru dalam rangka memberikan perlindungan khusus kepada anak.

Perlindungan terhadap anak menjadi prioritas dalam rangka melindungi anak dari berbagai bentuk pelanggaran yang mungkin dilakukan oleh pihak lain, termasuk dari lingkungan terdekat anak sendiri. Bentuk-bentuk pelanggaran hukum tidak jarang pula dilakukan oleh pihak yang dekat dengan anak, termasuk orang tua, wali, atau anggota keluarga lainnya. Oleh karena itu, UU HAM juga menegaskan adanya bentuk perlindungan khusus terhadap anak dari pelanggaran dan perlakuan buruk pihak-pihak tersebut. Selain itu, UU HAM juga melakukan pembatasan terhadap pihak lain yang akan melakukan pelanggaran hak anak.

Berkaitan dengan perlindungan hukum dan keamanan terhadap anak, UU HAM sudah menegaskan bahwa anak termasuk kelompok masyarakat yang rentan, sehingga memerlukan perhatian khusus. Pasal 5 ayat (3) UU HAM menegaskan bahwa “Setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya.” Sementara itu, Penjelasan Pasal 5 ayat (3) tersebut menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “kelompok masyarakat yang rentan” antara lain adalah orang lanjut usia, anak-anak, fakir miskin, wanita hamil, dan penyandang cacat.

Perlindungan terhadap anak bukan hanya karena anak termasuk kelompok yang rentan, tetapi juga karena anak belum cukup dewasa untuk bertanggung jawab secara hukum. Adanya kemungkinan anak melakukan pelanggaran hukum dapat saja terjadi, tetapi anak belum mampu untuk bertanggungjawab secara hukum. Ketentuan tersebut diatur di dalam Pasal 65 dan Pasal 66 UU HAM. Secara teknik perancangan, materi muatan pasal tersebut seperti bercampur aduk, sehingga harus dipilah sesuai dengan konteksnya. Namun demikian, secara substantif pasal-pasal tersebut untuk memberikan jaminan perlindungan terhadap anak.

Pasal 65 UU HAM selengkapnya berbunyi sebagai berikut: “Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi dan pelecehan seksual, penculikan, perdagangan anak, serta dari berbagai bentuk penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya.” Sementara itu, Penjelasan Pasal 65 menjelaskan bahwa “Berbagai bentuk penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya mencakup kegiatan produksi, peredaran, dan perdagangan sampai dengan penggunaannya yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Sementara itu, Pasal 66 UU HAM menegaskan sebagai berikut (1) Setiap anak berhak untuk tidak dijadikan sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi. (2) Hukuman mati atau hukuman seumur hidup tidak dapat dijatuhkan untuk pelaku tindak pidana yang masih anak. (3) Setiap anak berhak untuk tidak dirampas kebebasannya secara melawan hukum. (4) Penangkapan, penahanan, atau pidana penjara anak hanya boleh dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir.

Selanjutnya Pasal 66 tersebut berbunyi: (5) Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan dengan memperhatikan kebutuhan pengembangan pribadi sesuai dengan usianya dan harus dipisahkan dari orang dewasa, kecuali demi kepentingannya. (6) Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku. (7) Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk membela diri dan memperoleh keadilan di depan Pengadilan Anak yang obyektif dan tidak memihak dalam sidang yang tertutup untuk umum.

Berdasarkan ketentuan Pasal 65 dan Pasal 66 UU HAM, Penulis dapat memberikan catatan. Pertama, anak harus dilindungi dari kemungkinan menjadi korban berbagai jenis kejahatan. Dalam hal ini, anak masih belum mampu secara fisik dan mental menjaga dirinya dari berbagai kemungkinan menjadi sasaran kejahatan. Kedua, anak harus dilindungi dari perlakuan yang tidak manusiawi. Dalam hal ini, anak harus dijauhkan dari kemungkinan mendapatkan perlakuan tidak manusiawi dari siapapun. Ketiga, anak harus dilindungi dalam proses peradilan khusus. Dalam hal ini, anak harus mendapatkan perlakuan secara khusus karena secara mental belum mampu bertanggung jawab secara hukum.

Berdasarkan uraian di atas, UU HAM sudah mengatur hak anak dengan cukup banyak dan rinci, sehingga sudah cukup jelas dan bersifat operasional. Dengan demikian, pelaksanaannya diharapkan tidak memerlukan penafsiran yang berbeda karena secara tekstual sudah dapat dipahami oleh pihak-pihak terkait. Namun demikian, pengaturan hak anak yang sudah demikian banyak tersebut tidak menutup kemungkinan adanya perbedaan pemahaman atau penafsiran. Salah satunya terkait dengan ketentuan tentang tanggung jawab hukum anak terhadap tindak kejahatan yang dilakukannya dapat saja menimbulkan perbedaan pendapat. (Bersambung).

Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung.

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below