Menggagas Pembentukan Pengadilan HAM Nonberat Di Indonesia (Bagian Kelima Puluh Satu)

Oleh: Hernadi Affandi

Kebutuhan anak dalam perspektif HAM, khususnya HAM Ekosob, bukan hanya yang terkait dengan pendidikan, tetapi juga dengan aspek lainnya seperti kesehatan, kesejahteraan, dan keselamatan anak. Pendidikan bagi anak memang sangat penting, tetapi pihak terkait tidak cukup hanya memperhatikan aspek pendidikan anak semata-mata. Dalam hal ini, perhatian terhadap anak tidak cukup hanya mengutamakan aspek pendidikan, tetapi dengan mengabaikan aspek lainnya. Semua aspek yang dibutuhkan dalam tumbuh kembang anak harus mendapatkan perhatian semua pihak baik yang terkait langsung atau tidak langsung.

Kebutuhan anak merupakan tanggung jawab orang tua atau wali anak yang memiliki hubungan langsung dengan anak. Tanggung jawab tersebut merupakan konsekuensi logis adanya hubungan langsung antara anak dengan orang tua atau walinya. Namun demikian, dalam konteks HAM, pihak lain yang tidak secara langsung memiliki hubungan dengan anak, seperti masyarakat dan pemerintah, memiliki pula tanggung jawab untuk melindungi, menegakkan, dan memajukan hak anak. Dalam hal ini, masyarakat dan pemerintah memiliki tanggung jawab untuk mendukung agar pelaksanaan hak anak dapat berjalan dengan baik.

Berkaitan dengan seluruh aspek kebutuhan anak, UU HAM sudah menegaskan bahwa anak bukan hanya memiliki hak atas pendidikan, tetapi memiliki pula hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dan jaminan sosial. UU HAM juga menegaskan bahwa anak memiliki hak untuk bebas dari berbagai jenis eksploitasi dan tekanan yang akan mengganggu tumbuh kembangnya secara wajar. Selain itu, UU HAM juga menegaskan bahwa anak memiliki hak untuk mendapatkan jaminan dan perlindungan keamanan dari negara. Ketentuan tersebut menunjukkan bahwa semua pihak memiliki porsi dan proporsi dalam konteks hak anak.

Aspek kesehatan anak merupakan faktor penting agar anak dapat tumbuh kembang secara wajar baik fisik maupun mental spiritualnya. Perhatian terhadap aspek kesehatan anak tersebut sama pentingnya seperti perhatian terhadap aspek pendidikan anak. Kedua aspek tersebut memiliki hubungan yang sangat erat dan saling mendukung, sehingga harus mendapatkan perhatian yang proporsional. Pendidikan anak tidak akan berjalan optimal jika kesehatan anak terganggu atau sebaliknya kesehatan anak semata tidak akan mendukung tumbuh kembang anak jika aspek pendidikannya diabaikan.

Oleh karena itu, kebutuhan atas aspek kesehatan juga menjadi bagian penting dalam mendukung tumbuh kembang anak. Ketentuan terkait dengan hak anak atas kesehatan tersebut antara lain ditegaskan di dalam Pasal 62 dan Pasal 64 UU HAM. Pasal 62 UU HAM menegaskan bahwa “Setiap anak berhak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial secara layak, sesuai dengan kebutuhan fisik dan mental spiritualnya.” Dalam hal ini tampak bahwa kesehatan merupakan aspek penting yang harus diberikan kepada anak, sehingga anak mendapatkan pelayanan kesehatan secara layak.

Sementara itu, Pasal 64 UU HAM menegaskan bahwa “Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi ekonomi dan setiap pekerjaan yang membahayakan dirinya, sehingga dapat mengganggu pendidikan, kesehatan fisik, moral, kehidupan sosial, dan mental spiritualnya.’ Dalam hal ini, anak memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan dari kemungkinan situasi atau keadaan yang membahayakan kesehatan anak terutama akibat eksploitasi ekonomi atau pekerjaan yang membahayakan anak. Bahaya di sini bukan hanya dalam arti pekerjaannya itu sendiri, tetapi juga akibatnya.

Berkaitan dengan perlindungan terhadap anak, Pasal 58 UU HAM sudah menegaskan bahwa anak mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari berbagai bentuk kekerasan atau pelanggaran hukum. Peluang terjadinya kekerasan atau pelanggaran hukum kemungkinannya bukan hanya dilakukan oleh pihak lain yang tidak mempunyai hubungan sama sekali dengan anak, tetapi juga oleh pihak yang paling dekat dengan anak, termasuk orang tua, wali, atau pihak lainnya. Dalam hal pelanggaran hukum terhadap anak tersebut dilakukan oleh orang-orang dekatnya, UU HAM menegaskan perlu adanya pemberatan hukuman terhadap pelakunya.

Selengkapnya, Pasal 58 berbunyi sebagai berikut: (1) Setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari segala bentuk kekerasan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual selama dalam pengasuhan orang tua atau walinya, atau pihak lain maupun yang bertanggung jawab atas pengasuhan anak tersebut. (2) Dalam hal orang tua, wali, atau pengasuh anak melakukan segala bentuk penganiayaan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual termasuk pemerkosaan, dan atau pembunuhan terhadap anak yang seharusnya dilindungi, maka harus dikenakan pemberatan hukuman.

Hak atas kesehatan termasuk pula kesejahteraan dan keselamatan anak merupakan bagian dari HAM, khususnya HAM anak. Dalam hal ini, penghormatan, perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM anak tersebut selain menjadi tanggung jawab orang tua juga menjadi tanggung jawab pihak lain. Dalam konteks HAM, semua pihak memiliki hak (baca: tanggung jawab) untuk berpartisipasi agar HAM itu berjalan sebagaimana mestinya. Pasal 100 UU HAM menegaskan bahwa “Setiap orang, kelompok, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau lembaga kemasyarakatan lainnya, berhak berpartisipasi dalam perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia.” (Bersambung).

Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung.

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below