Menggagas Pembentukan Pengadilan HAM Nonberat Di Indonesia (Bagian Kelima Puluh Sembilan)

Oleh: Hernadi Affandi

Hak asasi manusia (HAM) secara hakiki merupakan hak yang melekat pada manusia sebagai individu. Hal itu antara lain ditunjukkan dengan frasa “setiap orang”, “setiap anak”, atau “setiap warga negara” dalam perumusannya. Namun demikian, HAM juga mengatur hak kolektif atau hak bersama atau sebagai “kumpulan orang”. Hal itu ditunjukkan dalam bentuk masyarakat atau masyarakat hukum adat. Dengan demikian, meskipun hakikat HAM merupakan sesuatu yang melekat pada individu, HAM itu melekat pula pada kumpulan individu atau kesatuan individu secara kolektif.

Salah satu bentuk perwujudan terhadap hak kolektif adalah adanya pengakuan dan penghormatan terhadap masyarakat adat atau masyarakat hukum adat. Secara normatif, masyarakat hukum adat merupakan kesatuan dari individu-individu atau kolektivitas dari individu-individu yang dilekatkan HAM. Masyarakat adat atau masyarakat hukum adat di dalamnya merupakan kumpulan orang-orang sebagai individu tetapi bergabung secara kolektif. Oleh karena itu, pengakuan atas keberadaan masyarakat adat atau masyarakat hukum adat juga diakui sebagai bagian dari HAM.

Secara normatif, pengakuan dan penghormatan terhadap kelompok masyarakat hukum adat saat ini sudah ditegaskan di dalam UUD 1945. Hal itu ditegaskan di dalam Pasal 18 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi sebagai berikut: “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.” Ketentuan tersebut antara lain mengandung makna bahwa keberadaan masyarakat hukum adat mendapatkan pengakuan dari negara.

Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung.

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below