Menggagas Pembentukan Pengadilan HAM Nonberat Di Indonesia (Bagian Ketiga Puluh Lima)

Oleh: Hernadi Affandi

Dalam upaya penghormatan, perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM yang lebih komprehensif, ke depan dapat juga diterapkan pemberian kompensasi, restitusi, atau rehabilitasi dalam penyelesaian pelanggaran HAM nonberat alias ringan, sedang, atau biasa. Dengan demikian, pemberian kompensasi, restitusi, atau rehabilitasi perlu diterapkan dalam penyelesaian segala bentuk pelanggaran HAM bukan hanya dalam pelanggaran HAM berat, tetapi juga dalam pelanggaran HAM nonberat. Hal ini penting agar tidak menganggap enteng terhadap pelanggaran HAM nonberat.

Penggunaan pendekatan tersebut dapat menjadi faktor penting dalam menyelesaikan atau menuntaskan pelanggaran HAM nonberat. Bahkan, penggunaan ketiga bentuk penyelesaian tersebut dalam pelanggaran HAM nonberat dapat digunakan sebagai faktor yang utama dan bukan hanya sebagai pelengkap. Karakteristik pelanggaran HAM nonberat mungkin akan berbeda dengan karakteristik pelanggaran HAM berat yang lebih disebabkan kejahatan genosida atau kejahatan terhadap kemanusiaan. Pelanggaran HAM nonberat justru terjadi di luar dua kategori tersebut.

Kemungkinan terjadinya “irisan” antara pelanggaran HAM berat dengan pelanggaran HAM nonberat dapat saja terjadi, meskipun berbeda dari segi konteks, objek, atau akibatnya. Irisan tersebut menandakan bahwa pelanggaran HAM tidak mungkin dipisahkan atau dipilah secara kaku karena HAM sendiri tidak dapat dipisahkan secara kaku. Keduanya adalah pelanggaran HAM baik yang bersifat berat maupun nonberat alias, ringan, sedang, atau biasa. Oleh karena itu, kedua jenis pelanggaran HAM itu pasti akan berkaitan satu sama lain karena berasal dari lapangan yang sama, yaitu HAM, meskipun berbeda dari segi konteks, objek, atau akibatnya.

Akibat adanya irisan tersebut, sepanjang pelanggaran HAM itu tidak terbukti atau tidak termasuk sebagai pelanggaran HAM berat, statusnya mestinya dapat “diturunkan” sebagai pelanggaran HAM nonberat. Artinya, jika terjadi pelanggaran HAM harus diselesaikan baik dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat atau pelanggaran HAM nonberat. Dengan demikian, tidak ada alasan jika tidak terbukti terjadi pelanggaran HAM berat kemudian dianggap tidak ada pelanggaran HAM sama sekali. Pandangan tersebut bukan saja akan mencederai rasa keadilan korban, keluarga korban, atau ahli waris korban, tetapi juga keadilan masyarakat luas.

Adanya irisan dalam pelanggaran HAM dapat menjadi alasan dalam penyelesaiannya juga menggunakan cara atau metode yang sama atau setidaknya mirip. Termasuk di dalamnya penggunaan kompensasi, restitusi, atau rehabilitasi yang digunakan di dalam konteks penyelesaian pelanggaran HAM berat dapat digunakan pula untuk pelanggaran HAM nonberat. Namun demikian, dalam penggunaan ketiga alternatif tersebut dalam penyelesaian pelanggaran HAM nonberat perlu diberikan beberapa catatan.

Pertama, kompensasi, restitusi, atau rehabilitas dapat diterapkan dalam hal pelanggaran HAM nonberat yang tidak menimbulkan kematian korbannya.

Kedua, kompensasi, restitusi, atau rehabilitas hanya diberikan dalam pelanggaran HAM nonberat yang menimbulkan kematian korbannya.

Ketiga, kompensasi, restitusi, atau rehabilitas diberikan dalam pelanggaran HAM nonberat yang mengakibatkan korban tidak diketahui keberadaannya.

Penggunaan kompensasi, restitusi, atau rehabilitasi dalam pelanggaran HAM nonberat dapat berupa alternatif, kumulatif, atau kumulatif-alternatif. Misalnya, korban, keluarga korban, atau ahli warisnya akan mendapatkan kompensasi saja, restitusi saja, rehabilitasi saja, kompensasi ditambah restitusi, kompensasi ditambah rehabilitasi, restitusi ditambah rehabilitasi, atau sekaligus ketiga-tiganya kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi. Dalam hal ini, ketiga jenis mekanisme tersebut dapat disesuaikan dengan jenis dan bentuk pelanggaran HAM itu sendiri sesuai dengan akibat, ruang lingkup, jumlah, dan sebagainya.

Kompensasi tersebut diberikan atas kerugian yang diderita oleh pihak korban yang timbul akibat terjadinya pelanggaran HAM nonberat. Apabila pelanggaran HAM nonberat tersebut dilakukan oleh aparatur negara (state actors) dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya, sumber dana kompensasi berasal dari negara. Hal itu beralasan karena aparatur negara tersebut bertindak untuk dan atas nama negara, sehingga negara juga yang harus menanggung akibatnya apabila aparaturnya melakukan pelanggaran HAM tersebut.

Sebaliknya, apabila aparatur negara tersebut melakukan pelanggaran HAM nonberat bukan dalam rangka melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, kompensasi berasal dari aparatur negara tersebut secara pribadi dan bukan berasal dari negara. Artinya, tindakan atau pelanggaran HAM tersebut merupakan inisiatif pribadi dari aparatur negara tersebut dan bukan dalam konteks pelaksanaan tugas dan tanggung jawab negara. Dengan demikian, pertanggungjawabannya juga bersifat pribadi dari aparatur negara tersebut bukan pertanggungjawaban publik.

Sementara itu, apabila pelaku pelanggarannya adalah bukan aparatur negara (nonstate actors), kompensasi berasal dari pelaku pelanggaran tersebut dan bukan dari negara. Dalam hal ini, negara tidak perlu dibebani dengan akibat dari perbuatan yang dilakukan oleh bukan aparaturnya. Terhadap aparaturnya saja negara harus terlepas dari tanggung jawab memberikan kompensasi jika pelanggaran HAM itu bukan dalam rangka kepentingan negara, apalagi jika pelakunya bukan aparatur negara, sudah pasti negara tidak perlu bertanggung jawab atas pelanggaran tersebut.

Penegasan terkait dengan sumber kompensasi menjadi penting agar semua pihak berhati-hati dalam melakukan tindakan agar tidak berpotensi terjadi pelanggaran HAM. Dalam konteks HAM, pelanggaran HAM itu bukan hanya karena adanya unsur kesengajaan, tetapi juga ketidaksengajaan atau kelalaian. Oleh karena itu, potensi terjadinya pelanggaran HAM akan sangat besar jika semua pihak tidak berhati-hati. Apalagi jika pelanggaran HAM itu memang dilakukan dengan sengaja atau kesengajaan dari pihak-pihak tertentu. Konsekuensinya, pihak-pihak tersebut harus bertanggungjawab secara hukum. Salah satu bentuk tanggung jawab tersebut antara lain memberikan kompensasi terhadap korban yang dilanggar HAM-nya. (Bersambung).

Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung.

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below