
Oleh: Hernadi Affandi
Pemilihan Presiden (Pilpres) tahun 2024 masih cukup lama, yaitu sekitar dua tahun lebih, tetapi suara gaduhnya sudah berlangsung. Berbagai cara dan upaya sudah mulai dilakukan oleh pihak-pihak tertentu dalam menyambut perhelatan demokrasi tersebut. Banyak pihak sudah mulai ambil ancang-ancang untuk mengorbitkan jagoannya dalam memilih orang nomor satu di republik ini. Akibatnya, perhelatan Pilpres masih lama, tetapi kegaduhan politik sudah mulai merebak dan menyebar ke mana-mana.
Bagi sebagian kalangan, waktu dua tahun lebih tersebut mungkin saja dianggap tidak cukup untuk mempersiapkan dan mengorbitkan bakal jagoan kandidatnya. Apalagi bakal jagonya tersebut ada yang berasal dari partai politik (parpol) atau luar parpol. Bagi bakal jagoan dari parpol mungkin dirasakan lebih mudah karena mesin parpol sudah berjalan baik ada atau tidak ada kegiatan Pilpres. Namun, bagi bakal jagoan dari luar parpol tentu harus mencari cara agar pengenalan bakal jagoannya dapat efektif.
Oleh karena itu, wajar jika pihak-pihak tersebut sejak jauh-jauh hari sudah mulai memperkenalkan dan mensosialisasikan bakal calon jagoannya. Ibarat jualan produk, mereka memanfaatkan waktu yang ada tersebut untuk kegiatan promosi, sosialisasi, pengenalan, bahkan “kampanye” calon secara terselubung. Semua itu boleh-boleh saja dilakukan jauh sebelum tahapan resmi Pilpres dimulai asalkan tidak melanggar etika dan hukum yang berlaku, termasuk kaidah-kaidah lainnya.
Namun demikian, kegiatan promosi, sosialisasi, pengenalan, bahkan “kampanye” calon tersebut tentu tidak bebas sebebas-bebasnya. Ketentuan tersebut terutama berlaku bagi para pejabat negara atau pemerintahan yang harus lebih berhati-hati karena akan berkaitan dengan status atau kedudukannya. Hal itu juga akan berkorelasi dengan penggunaan segala fasilitas dan waktu kerja dari jabatan yang embannya. Jangan sampai kegiatan yang bukan dalam rangka pekerjaannya tetapi menggunakan fasilitas jabatannya.
Catatan tersebut perlu disampaikan karena terdapat beberapa pejabat negara atau pemerintahan yang mulai melakukan pengenalan dengan berbagai cara baik yang terang-terangan maupun malu-malu. Banyak aktivitas pejabat turun ke daerah-daerah dalam bentuk sosialisasi ini atau itu, membuka kegiatan ini atau itu, meresmikan ini atau itu, dan sebagainya. Pada intinya, pejabat yang diharapkan akan jadi jago dalam pencalonan Pilpres sudah mulai ditunjukkan kepada rakyat dengan berbagai cara dan media.
Pengenalan siapa pun bakal jagoan dalam Pilpres 2024 mendatang tidak ada yang salah sepanjang tidak menyalahgunakan jabatan atau kedudukan. Oleh karena itu, bagi para pejabat negara atau pemerintahan yang berniat akan menjadi bakal kandidat dalam Pilpres mendatang harus memilah dan memilih kegiatan. Jika kegiatan tersebut dalam rangka kedudukan dan jabatannya, seharusnya jelas dan transparan hanya untuk kegiatan tersebut jangan digunakan dalam rangka yang lain, termasuk dalam konteks Pilpres.
Dengan kata lain, kegiatan yang dilakukan dalam posisi pejabat negara atau pemerintahan jangan ditumpangi oleh kegiatan dalam konteks Pilpres. Alasannya, kegiatan itu harus jelas karena terkait dengan fasilitas dan anggaran yang digunakan oleh pejabat negara atau pemerintahan tersebut. Jangan sampai kepentingan promosi, sosialisasi, pengenalan, bahkan “kampanye” calon tersebut menggunakan uang yang berasal dari atau karena jabatannya tersebut, tetapi untuk kepentingan pejabat yang bersangkutan.
Segala fasilitas yang diterima oleh pejabat negara atau pemerintahan adalah melekat pada jabatannya bukan pada orangnya. Artinya, sebagai pejabat ia berhak menggunakan segala fasilitas tersebut untuk kegiatan jabatan dan pekerjaannya. Namun, fasilitas tersebut tidak boleh digunakan untuk kegiatan di luar jabatan atau pekerjaannya. Apalagi jika segala fasilitas itu digunakan untuk kepentingan pribadi dalam rangka kegiatan promosi, sosialisasi, pengenalan, atau “kampanye”. (Bersambung).
Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung.
Pos Terkait
Menyoal Hak Asasi Manusia di Indonesia
Menyoal Wacana Perpanjangan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden (Bagian Pertama)
Menanti Pelaksanaan Undang-Undang Ibu Kota Negara (Bagian Kedua Puluh Lima)
Menanti Pelaksanaan Undang-Undang Ibu Kota Negara (Bagian Kedua Puluh Empat)
Menanti Pelaksanaan Undang-Undang Ibu Kota Negara (Bagian Kedua Puluh Tiga)