Menyoal Korupsi Di Indonesia Yang Tiada Henti

Oleh: Hernadi Affandi

Rakyat Indonesia kembali terperangah dengan ditangkapnya salah seorang pimpinan lembaga negara sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi. Penangkapan tersebut tidak tanggung-tanggung karena pelakunya menduduki jabatan Wakil ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang terhormat. Kenyataan tersebut semakin menambah panjang deretan para pejabat di semua lini dan level di Indonesia yang terjerat kasus korupsi.

Hampir semua lembaga negara di negeri ini jajarannya sudah tersangkut kasus korupsi baik di lembaga legislatif, eksekutif, judikatif, maupun lembaga supra struktur politik lainnya yang tidak masuk ke dalam kategori lembaga trias politica. Deretan panjang kasus korupsi tersebut akan bertambah panjang jika ditambah dengan jajaran pemerintahan daerah. Hal itu menunjukkan bahwa lembaga negara dan pemerintahan tidak ada yang steril dari peluang terjadinya korupsi.

Penangkapan tersebut tentu semakin mengusik rasa kepercayaan rakyat kepada wakilnya yang duduk di lembaga perwakilan rakyat tersebut baik sebagai anggota maupun pimpinannya. Pimpinan lembaga negara yang semestinya menjadi contoh dan panutan bagi anggotanya, bahkan bagi rakyat pada umumnya, justru terjerat kasus korupsi juga. Selama ini sudah cukup banyak anggota DPR yang terjerat kasus korupsi dengan berbagai modus dan jumlah kerugian yang bervariasi.

Pelaku korupsi memang tidak akan pandang bulu dapat siapa saja, dari mana saja, atau dengan cara apa saja. Namun, jika pelakunya adalah level pimpinan, meskipun bukan ketuanya, sudah pasti akan jauh lebih merusak citra lembaga tersebut secara keseluruhan dibandingkan jika pelakunya anggota biasa. Dengan kata lain, dampak psikologis akibat korupsi yang dilakukan oleh pimpinan akan jauh lebih besar jika dibandingkan dengan akibat yang dilakukan oleh anggota biasa.

Siapapun pelaku korupsi tentu tidak dapat ditolerir karena sama-sama akan merusak negara dan menyengsarakan rakyat. Uang yang seharusnya digunakan untuk membangun negara dan memenuhi kepentingan rakyat, tetapi justru digunakan untuk kepentingan pribadi. Namun, jika harus memilih siapa yang “boleh” korupsi antara anggota atau pimpinannya, pasti pilihannya cukup anggota saja yang “boleh” korupsi tersebut, sedangkan pimpinan harus selalu bersih.

Jika anggota yang korupsi mungkin masih dianggap “wajar” karena masih dianggap kurang pembinaan dari pimpinan. Dalam hal ini, anggota masih dianggap perlu pembinaan dari pimpinan agar perilakunya tidak menyimpang dari norma dan kaidah hukum dan moral yang berlaku. Tetapi, jika yang korupsinya level pimpinan tentu sudah tidak dapat ditolerir lagi karena ia seharusnya menjadi contoh kebaikan bagi para anggota lainnya bukan sebaliknya menjadi contoh keburukan.

Persoalan korupsi di Indonesia saat ini yang semakin merajalela bukan hanya dilakukan oleh anggota, tetapi juga oleh level pimpinan semakin mempertegas asumsi bahwa korupsi di Indonesia tidak akan hilang. Akibatnya, korupsi bukan saja hanya akan merusak keuangan negara, tetapi juga akan merusak sendi-sendi kehidupan negara dan rakyat. Adanya kekhawatiran negara akan semakin terpuruk dan rakyat akan semakin sengsara akibat korupsi akan menjadi kenyataan.

Kenyataan tersebut menunjukkan pula bahwa korupsi sulit untuk berkurang apalagi hilang dari perilaku penyelenggara negara dan pemerintahan di bumi Indonesia. Korupsi masih saja terus terjadi bukan hanya di level pemerintahan pusat, tetapi sudah merambah dan memasuki semua lapangan pemerintahan dari pusat sampai daerah. Dengan kata lain, semua level dan jenis pemerintahan di Indonesia sudah benar-benar tidak bersih dari kasus korupsi.

Keadaan itu tentu harus menjadi perhatian semua pihak terutama para penyelenggara negara dan pemerintahan di semua lini dan level. Korupsi harus dijadikan musuh bersama dan harus dihadapi dalam arti diberantas secara bersama-sama. Pemberantasan korupsi tidak mungkin berhasil tanpa keterlibatan semua pihak, apalagi jika pihak tertentu malah menikmati korupsi tersebut. Jika demikian adanya jangan harap korupsi akan hilang, malah justru akan terus subur dan tiada henti.

Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Unversitas Padjadjaran, Bandung.

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below