
Oleh: Hernadi Affandi
Adapun Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf b berbunyi: Sejak Undang-Undang ini diundangkan, Otorita Ibu Kota Nusantara yang dibentuk berdasarkan ketentuan pasal ini baru akan menyelenggarakan dan bertanggung jawab terhadap kegiatan pelaksanaan kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara. Otorita Ibu Kota Nusantara mulai menyelenggarakan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara setelah dikeluarkannya Keputusan Presiden tentang penetapan pemindahan Ibu Kota Negara ke Ibu Kota Nusantara
Ketentuan Pasal 4 ayat (1) tentang pengalihan Ibu Kota Negara ditegaskan lagi oleh Pasal 4 ayat (2) RUU Ibu Kota Negara. Pasal 4 ayat (2) berbunyi: Pengalihan kedudukan, fungsi, dan peran Ibu Kota Negara dari Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta ke Ibu Kota Nusantara ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Selanjutnya, Pasal 4 ayat (3) RUU Ibu Kota Negara mengatur tahapan persiapan pemindahan Ibu Kota Negara. Pasal tersebut berbunyi: Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b bertanggung jawab pada kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggara Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.
Berdasarkan ketentuan tersebut tampak bahwa di satu sisi Ibu Kota Negara yang lama, yaitu DKI Jakarta, tidak serta-merta kehilangan kedudukan, fungsi, dan perannya sebagai Ibu Kota Negara. Di sisi lain, Ibu Kota Negara baru yang dibentuk berdasarkan RUU Ibu Kota Negara juga belum serta-merta berfungsi.
Dengan demikian, secara de facto dan de jure akan ada dua Ibu Kota Negara sepanjang Keputusan Presiden tentang pemindahan dari Ibu Kota Negara belum ditetapkan. Artinya, pemindahan atau pengalihan dari Ibu Kota Negara lama ke Ibu Kota Negara baru menunggu ditetapkannya Keppres tersebut.
Keadaan itu akan terkait dengan persoalan ketiga di mana keberlakuan undang-undang tidak serta-merta sejak disahkan dan diundangkan. Seperti sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa keberlakuan UU Ibu Kota Negara ditentukan oleh Keputusan Presiden yang menetapkan pemindahan Ibu Kota Negara.
Hal itu menarik dari segi akademik karena semestinya undang-undang berlaku sejak disahkan dan mengikat sejak diundangkan secara otomatis. Keberlakuan undang-undang semestinya tidak bergantung kepada ketentuan lain apalagi ketentuan tersebut kedudukannya lebih rendah daripada undang-undang.
Secara langsung atau tidak langsung sebenarnya Undang-Undang Ibu Kota Negara, jika sudah disahkan dan diundangkan, seakan-akan ditunda keberlakuannya. Padahal, secara normatif semestinya “penundaan” berlakunya undang-undang ditentukan oleh undang-undang itu sendiri atau undang-undang lainnya. (Bersambung).
Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung.
Pos Terkait
Menyoal Hak Asasi Manusia di Indonesia
Menyoal Wacana Perpanjangan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden (Bagian Pertama)
Menanti Pelaksanaan Undang-Undang Ibu Kota Negara (Bagian Kedua Puluh Lima)
Menanti Pelaksanaan Undang-Undang Ibu Kota Negara (Bagian Kedua Puluh Empat)
Menanti Pelaksanaan Undang-Undang Ibu Kota Negara (Bagian Kedua Puluh Tiga)