Menyoal Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (Bagian Kedelapan)

Oleh: Hernadi Affandi

Akibat belum dilaluinya tahapan pengesahan oleh Presiden atas RUU Ibu Kota Negara, artinya RUU tersebut sampai saat ini belum sah menjadi undang-undang. Dengan kata lain, RUU Ibu Kota Negara sampai saat ini masih berstatus sebagai sebuah RUU dan belum benar-benar menjadi undang-undang.

Selain itu, RUU Ibu Kota Negara juga belum melalui tahapan pengundangan oleh menteri yang berwenang untuk itu sesuai dengan ketentuan UU P3 dan Perubahannya. Akibatnya, RUU tersebut sampai saat ini juga belum berlaku dan mengikat umum, sehingga belum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Sebuah undang-undang yang sudah disahkan dan kemudian diundangkan ke dalam lembaran negara akan memiliki nomor dan tahun tersendiri. Setelah itu, undang-undang tersebut baru benar-benar berlaku dan mengikat umum karena sudah tercantum dalam lembaran negara dengan memiliki nomor dan tahun.

Nomor dan tahun itu yang membedakan antara satu undang-undang dengan undang-undang yang lain, selain nama atau judul undang-undangnya. Artinya, secara normatif sebuah undang-undang tidak akan memiliki nomor dan tahun yang sama dengan undang-undang lainnya karena masing-masing berbeda.

Sebuah undang-undang mungkin saja memiliki nomor yang sama, tetapi akan memiliki tahun dan judul atau nama yang berbeda. Sebaliknya, undang-undang mungkin saja memiliki tahun yang sama, tetapi pasti nomornya berbeda dan nama yang berbeda, sehingga tidak akan tertukar dengan undang-undang lainnya.

Setelah sebuah undang-undang memiliki nomor dan tahun karena sudah diundangkan dalam lembaran negara, sehingga berlaku dan mengkat umum. Sejak saat itu baru akan terjadi kemungkinan jika ada pihak tertentu yang merasa “dirugikan” atau “diuntungkan” dengan berlakunya undang-undang tersebut.

Hal itu sangat penting terutama terkait dengan pihak-pihak tertentu yang saat ini “sudah merasa” dirugikan dengan (akan) berlakunya RUU Ibu Kota Negara tersebut. Misalnya, pihak-pihak tersebut kemudian melakukan pengujian baik formal maupun material atas RUU Ibu Kota Negara tersebut.

Secara normatif, sebuah RUU belum dapat dimintakan pengujian baik formal maupun material karena belum selesai proses atau tahapan pembentukannya. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa tahapan pembentukan undang-undang akan berakhir setelah dilakukan pengundangan ke dalam lembaran negara.

Sebelum tahapan pengundangan dilakukan, meskipun RUU tersebut sudah disahkan oleh Presiden atau sah dengan sendirinya, undang-undang tersebut belum berlaku dan mengikat umum. Artinya, unsur merugikan pihak tertentu belum atau tidak ada sebagai alasan melakukan pengujian atas undang-undang itu.

Oleh karena itu, pihak-pihak tertentu yang akan melakukan pengujian atas RUU Ibu Kota Negara seyogyanya dilakukan setelah selesai tahapan pembentukannya. Artinya, RUU Ibu Kota Negara benar-benar sudah disahkan oleh Presiden dan kemudian diundangkan oleh menteri ke dalam lembaran negara. (Bersambung).

Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung.

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below