Menanti Pemimpin Daerah Berkualitas, Berintegritas, dan Berdedikasi

Oleh: Hernadi Affandi

Pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) di 270 kabupaten, kota, dan provinsi sudah di depan mata karena waktunya sudah kurang dari dua puluh empat jam menjelang tanggal 9 Desember 2020. Sebentar lagi, tanggal tersebut akan menjadi waktu yang sangat penting dan menentukan dalam melahirkan calon pemimpin baru di daerah-daerah tersebut untuk kurun waktu lima tahun ke depan. Semua pasti berharap siapapun calon pemimpin yang terpilih adalah yang terbaik di daerahnya.

Pemimpin yang terpilih dalam pemilihan pada tanggal tersebut akan menentukan nasib dan arah daerahnya untuk lima tahun ke depan. Jika pemimpin yang terpilih merupakan yang terbaik di antara yang ada tentu akan membawa keberhasilan dan kemajuan daerahnya. Sebaliknya, jika pemimpin yang terpilih bukan yang terbaik kemungkinan besar akan membawa kegagalan dan kemunduran daerahnya. Kedua kemungkinan itu merupakan pilihan yang berada di tangan para pemilih sebagai penentunya saat ini.

Keberhasilan para pemilih dalam memilih calon pemimpin yang terbaik pada tanggal tersebut diharapkan akan mampu membawa perubahan daerahnya ke arah yang lebih baik, maju, dan sejahtera. Sebaliknya, kesalahan yang dilakukan dalam memilih pemimpin pada tanggal tersebut justru akan membawa daerahnya ke arah yang lebih buruk, mundur, dan miskin. Kedua kemungkinan tersebut sama-sama akan berlangsung untuk selama lima tahun ke depan sesuai dengan masa jabatan kepala daerah tersebut.

Oleh karena itu, pemilih harus cerdas dan cermat dalam menentukan pilihan atas calon yang ada. Persoalan pilkada bukan hanya sekedar memilih tanda gambar, figur, popularitas, janji kampanye, dan sebagainya. Artinya, pilkada bukan hanya semata-mata mencoblos tanda gambar dan setelah itu selesai tanpa konsekuensi apapun. Pilkada merupakan penentuan hidup dan mati bagi daerah yang bersangkutan apakah akan benar-benar berubah menjadi jauh lebih baik atau justru lebih buruk daripada sebelumnya.

Pengalaman menunjukkan bahwa kesalahan dalam memilih pemimpin pada tingkat daerah ternyata membawa konsekuensi jangka panjang, setidaknya dalam lima tahun. Bagi daerah yang berhasil memilih pemimpinnya yang terbaik pada lima tahun sebelumnya pasti merasakan perubahan, kemajuan, bahkan kesejahteraan. Namun, bagi daerah yang salah memilih pemimpin pada lima tahun yang lalu justru daerahnya tidak maju atau tidak merasakan kemajuan dan kesejahteraan seperti yang dijanjikan.

Waktu lima tahun mestinya cukup untuk menjadi bahan introspeksi para pemilih dalam memilih pemimpin di daerahnya saat ini. Pertanyaan mendasar yang perlu dijawab adalah apa alasan para pemilih ketika memilih calon pemimpin pada lima tahun lalu? Jika alasan pemilih hanya didasarkan kepada pemberian, popularitas, janji dalam kampanye, atau hal lain yang tidak substantif tentu perlu menjadi bahan introspeksi dalam menentukan pilihan saat ini dengan tidak mengulang hal yang sama.

Kemungkinan orang yang dipilih pada waktu lalu saat ini tidak ada, berubah, atau berganti orang karena tidak lagi mencalonkan diri karena berbagai alasan. Tetapi para pemilih perlu mencermati sifat, karakter, perilaku, dan rekam jejak yang sejenis mungkin ada pada calon yang ada saat ini. Pengenalan latar belakang calon menjadi penting untuk menentukan pilihan. Pemilih yang cerdas akan berpikir dengan baik untuk menentukan pilihannya bukan hanya untuk kepentingan sesaat, tetapi untuk jangka panjang.

Pemilih yang cerdas juga akan memilih dengan hati-hati tanpa harus dipengaruhi oleh iming-iming imbalan atau pemberian dalam bentuk uang atau barang. Pemilih yang cerdas jauh lebih mementingkan kemajuan daerahnya ke depan daripada sekedar suaranya dibeli dengan harga murah. Idealisme pemilih diharapkan akan menghasilkan pemimpin terbaik yang memiliki kemampuan, integritas, dan dedikasi yang akan ditunjukkan setelah menjabat nanti.

Pemilihan pemimpin memang tidak mudah tanpa mengetahui rekam jejak, kapasitas, kualitas, integritas, loyalitas, visi, misi, dan program kerjanya. Pemimpin daerah yang semula memiliki semua aspek tersebut pada saat pemilihan ada juga yang kemudian berubah setelah menjabat. Akibatnya, para pemimpin daerah tersebut kemudian bermasalah dan menjadi berurusan dengan hukum karena melakukan korupsi, gratifikasi, atau penyalahgunaan jabatan.

Secara singkat dapat dikatakan bahwa calon yang ketika pemilihan memiliki dan memenuhi aspek-aspek tersebut saja terkena masalah hukum, apalagi calon yang tidak memiliki aspek-aspek tersebut. Kemungkinan besar pemimpin daerah yang terkena masalah hukum akan jauh lebih banyak lagi jika sejak awal sudah tidak memiliki rekam jejak yang baik, kapasitas, kualitas, integritas, loyalitas, visi, misi, dan program kerja yang jelas. Oleh karena itu, para pemilih jangan sampai salah lagi memilih pemimpin daerahnya.

Kesalahan dalam memilih pemimpin karena hanya mendasarkan kepada tampilan luar sebaiknya jangan terulang kembali. Mungkin saja orang yang dipilih pada lima tahun lalu sudah tidak ada karena sudah tidak mencalonkan lagi karena berbagai alasan. Tetapi, sifat dan karakter pemimpin yang negatif tersebut dapat saja dimilikl oleh calon yang ada dalam pilkada saat ini. Artinya, para pemilih harus benar-benar mencermati karakter, rekam jejak, kemampuan, dedikasi, dan loyalitas dari calon yang ada saat ini agar kesalahan dalam memilih pemimpin pada masa lalu tidak terulang kembali.

Pemilih yang cerdas juga akan menentukan pilihannya dengan hati-hati tanpa harus tergiur dengan iming-iming sejumlah uang atau barang yang diberikan oleh calon tertentu yang melakukan politik uang. Dalam hal ini, pemilih yang cerdas akan berpikir bahwa calon yang melakukan politik uang pasti akan berusaha untuk mengembalikan modal setelah menjabat nanti. Hal itu tentu akan dilakukan dengan berbagai cara untuk mengembalikan modalnya dengan menggunakan jabatan dan kekuasaannya.

Bukti adanya penyalahgunaan jabatan dan kekuasaan dari para pemimpin daerah dalam beberapa waktu terakhir perlu menjadi bahan pertimbangan pemilih dalam menentukan pilihan saat ini. Pengalaman kesalahan masa lalu dalam memilih pemimpin jangan sampai terulang lagi saat ini. Untuk itu, jadilah pemilih yang cerdas dengan memilih pemimpin yang berkualitas, berintegritas, dan berdedikasi. Kesalahan memilih pemimpin akan berdampak jangka panjang, setidaknya untuk lima tahun ke depan.

Semua itu dapat dilakukan jika para pemilih mengenal calon pemimpin yang ada di daerahnya masing-masing. Untuk itu, para pemilih sebaiknya mengetahui, mengenali, dan menelusuri rekam jejak calon pemimpinnya. Jika hal itu sudah dilakukan sebelumnya, para pemilih tinggal menetapkan dan memantapkan pilihannya. Namun, jika hal itu belum sempat dilakukan, para pemilih masih ada waktu dalam beberapa jam ke depan untuk menentukan pilihan terbaiknya.

Dengan cara itu, kemungkinan terjadinya lagi kesalahan dalam menentukan dan memilih pemimpin daerahnya setidaknya dapat diminimalasi sejak awal. Kesalahan dalam memilih pemimpin pada masa lalu akibat para pemilih hanya menentukan pilihannya didasarkan kepada pertimbangan dan kepentingan sesaat jangan terulang kembali. Para pemilih harus memiliki tekad yang kuat untuk memilih calon pemimpinnya yang terbaik dari para calon yang ada dengan rasional dan bertanggung jawab.

Setelah semua langkah untuk memilih calon pemimpin yang terbaik ditempuh oleh para pemilih tentu hasilnya baru akan dirasakan setelah pemimpin itu menjalankan tugasnya. Para pemilih tinggal berdoa semoga pilihannya saat ini tidak salah lagi karena sudah dilakukan dengan lebih bijak dan cerdas daripada sebelumnya. Semoga pemimpin yang terpilih merupakan yang terbaik karena memiliki kualitas, integritas, dan dedikasi untuk memajukan dan mensejahterakan rakyatnya secara nyata dalam masa kepemimpinannya.

Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung.

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below