Menggagas Pembentukan Pengadilan HAM Nonberat Di Indonesia (Bagian Kedua)

Oleh: Hernadi Affandi

Berdasarkan ketentuan di atas, pelanggaran HAM berat sangat terbatas jenis dan jumlahnya, sehingga tidak mungkin memasukkan jenis pelanggaran di luar ketentuan tersebut sebagai pelanggaran HAM berat. Padahal, pelanggaran HAM itu tidak hanya bersifat berat atau pelanggaran HAM berat, tetapi dapat juga bersifat ringan dan sedang. Dengan semikian, pelanggaran HAM ringan dan sedang tidak mungkin akan dapat diproses di lembaga peradilan apalagi di dalam pengadilan HAM yang sudah ada saat ini karena pengadilan HAM itu hanya untuk pelanggaran HAM berat saja.

Keadaan tersebut secara tidak langsung membuka peluang terjadinya pelanggaran HAM akan terus terjadi sepanjang bukan pelanggaran HAM berat. Para pelaku pelanggaran HAM nonberat tidak akan pernah diadili secara adil dan terbuka dalam suatu proses pengadilan HAM karena pelanggarannya bukan kategori berat. Sementara itu, pengadilan biasa tidak mungkin akan dapat melakukan proses persidangan untuk mengadili para pelaku pelanggaran HAM nonberat atau pelanggaran HAM ringan dan sedang tersebut. Keadaan itu tentu akan menimbulkan ketidakadilan bahkan akan mencederai perlindungan dan penegakan HAM secara umum di Indonesia.

Pelanggaran HAM berat sudah ada salurannya dalam pengadilan HAM saat ini dan itu sangat baik. Artinya, pelaku pelanggaran HAM berat akan diproses di dalam pengadilan HAM tersebut. Namun, pelanggaran HAM nonberat belum ada salurannya, sehingga pelakunya tidak dapat diproses secara hukum. Padahal, pelanggaran HAM sekecil apapun semestinya diproses secara hukum agar tercipta perlindungan dan penegakan HAM secara adil. Apabila pelanggaran HAM yang bersifat ringan dan sedang dibiarkan terjadi begitu saja tidak menutup kemungkinan pelanggaran HAM akan terus berlangsung, sehingga akibatnya akan mengganggu terhadap perlindungan dan penegakan HAM secara keseluruhan di Indonesia.

Pelanggaran HAM sekecil apapun harus dihindarkan dan dikurangi bahkan dihilangkan terlepas secara kualitas dianggap ringan, sedang, apalagi berat. Pelanggaran HAM yang bersifat ringan dan sedang jika dibiarkan dan terjadi dalam jumlah banyak dan masif tentu akan mengakibatkan perlindungan dan penegakan HAM di Indonesia akan terganggu. Padahal, HAM secara hakiki tidak dapat dikurangi apalagi dilanggar dengan cara dan bentuk apapun, termasuk dilanggar sekalipun dalam kualitas ringan dan sedang. Pelanggaran HAM yang dibiarkan karena alasan hanya merupakan pelanggaran HAM ringan atau sedang tentu akan merugikan HAM warga negara sendiri.

Dalam mengatasi persoalan di atas tampaknya harus sudah mulai dipikirkan untuk membentuk pengadilan HAM nonberat atau dengan nama lain dalam sistem peradilan di Indonesia. Pemikiran tersebut menjadi penting sebagai upaya untuk mengurangi dan meminimalkan segala bentuk pelanggaran HAM di Indonesia, baik yang bersifat ringan atau sedang yang belum terakomodasi dalam proses peradilan HAM yang ada saat ini karena hanya untuk pelanggaran HAM berat. Keberadaan pengadilan HAM yang ringan dan sedang tersebut juga akan melengkapi dan mengisi kekosongan dalam melakukan perlindungan dan penegakan HAM yang tidak terjangkau oleh pengadilan HAM berat.

Pengakuan dan penjaminan HAM di dalam UUD 1945 dan dijabarkan lebih lanjut ke dalam peraturan perundang-undangan dirasakan belum cukup dalam memastikan HAM itu akan dilaksanakan sebagaimana mestinya di dalam tataran praktik. Pengakuan dan penjaminan HAM di dalam UUD 1945 memang sangat penting sebagai bukti bahwa HAM itu sudah diakui secara konstitusional. Namun demikian, pengakuan dan penjaminan semata-mata tanpa pelaksanaan yang nyata dan terukur tentu tidak akan banyak berarti terhadap HAM itu sendiri. Oleh karena itu, selain pengakuan dan penjaminan di dalam UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan pelaksananya perlu pula dijamin di dalam tataran penegakannya.

Banyak kasus yang diindikasikan sebagai pelanggaran HAM yang terjadi beberapa waktu terakhir yang dilakukan oleh aparat keamanan tampak menjadi sulit dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat. Akibatnya, para pelakunya tidak dapat diproses di pengadilan HAM yang sudah ada karena kasusnya bukan dianggap pelanggaran HAM berat sebagaimana dimaskud di dalam UU PHAM. Padahal, secara kasat mata para aparat keamanan atau pihak tertentu sudah melakukan pelanggaran HAM. Namun, hal itu sulit dibawa ke pengadilan HAM karena dianggap tidak memenuhi unsur pelanggaran HAM berat sebagaimana diatur di dalam UU PHAM.

Keadaan tersebut tentu sangat mengganggu rasa keadilan masyarakat secara umum terutama pihak korban dan keluarganya. Pemerhati dan penggiat HAM di Indonesia sudah sering berteriak secara lantang agar para pelaku pelanggaran HAM tersebut diadili, namun hal itu tidak mudah karena dianggap bukan pelanggaran HAM berat. Berbagai peristiwa yang terjadi di mana di dalamnya terjadi pengintimidasian, penganiayaan, penyiksaan, penghilangan, bahkan pembunuhan yang dilakukan oleh aparat keamanan tidak dapat diproses secara adil dan tuntas karena tidak memenuhi unsur pelanggaran HAM berat sebagaimana diatur di dalam UU PHAM.

Kalaupun berbagai peristiwa tersebut dianggap sebagai pelanggaran HAM ringan atau sedang tidak ada lembaga yang berwenang dalam mengadili pelanggaran tersebut. Paling banter para pelakunya hanya diajukan kepada pengadilan di lingkungan peradilan umum karena dianggap sebagai kejahatan biasa. Padahal, secara hakiki proses pengadilan terhadap para pelaku pelanggar HAM akan berbeda dengan proses pengadilan biasa. Pelaku pelanggaran HAM sekecil apapun semestinya diproses di pengadilan HAM bukan di pengadilan umum hanya karena alasan tidak ada lembaga yang dapat memprosesnya. (Bersambung).

Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung.

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below