Menyoal Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (Bagian Keempat)

Oleh: Hernadi Affandi

Berdasarkan ketentuan UU P3, proses pembentukan RUU Ibu Kota Negara tersebut sudah mendekati babak akhir dari keseluruhan 5 tahapan pembentukan undang-undang. Namun demikian, proses pembentukan RUU tersebut belum sepenuhnya berakhir di tangan DPR karena masih ada tahapan lainnya.

Secara politis pembentukan RUU Ibu Kota Negara tersebut dapat dianggap sudah selesai dengan dikirimkannya Naskah RUU kepada Presiden untuk disahkan. Artinya, DPR tidak lagi memiliki wewenang apa pun untuk menahan, membatalkan, atau mengurus kelanjutan tahapan pembentukan RUU tersebut.

Tahapan pembentukan RUU selanjutnya setelah persetujuan bersama adalah pengesahan alias penandatanganan RUU tersebut oleh Presiden. Pengesahan atau penandatanganan oleh Presiden tersebut merupakan  tahapan agar sebuah RUU sah menjadi undang-undang dan bukan lagi RUU.

Pengesahan yang dilakukan oleh Presiden semestinya sudah tidak terlalu kental dengan aspek politis dibandingkan dengan tahapan-tahapan sebelumnya. Pengesahan adalah ranah kewenangan Presiden yang bersifat administratif saja untuk menandakan bahwa suatu RUU sah menjadi undang-undang.

Dengan demikian, pengesahan RUU oleh Presiden hanya bersifat perubahan status dari sebuah RUU menjadi undang-undang. Meskipun, RUU yang sudah disahkan oleh Presiden menjadi undang-undang sebenarnya belum berlaku dan mengikat kepada rakyat atau pihak terkait jika belum diundangkan.

Oleh karena itu, sebuah RUU yang sudah sah menjadi undang-undang agar berlaku dan mengikat harus diundangkan terlebih dahulu ke dalam Lembaran Negara. Artinya, Undang-Undang Ibu Kota Negara jika sudah disahkan oleh Presiden atau sah dengan sendirinya harus diundangkan ke dalam Lembaran Negara.

Tahapan pengundangan tersebut merupakan tahapan terakhir dari proses sebelumnya dalam pembentukan undang-undang sejak perencanaan, penyusunan, pembahasan, dan pengesahan. Denan kata lain, secara normatif proses pembentukan undang-undang berakhir di tahapan pengundangan.

Meskipun hanya bersifat administratif, tahapan pengundangan justru menjadi kunci penting dari proses pembentukan undang-undang. Akibatnya, sebuah undang-undang meskipun sudah sah belum berlaku dan mengikat umum jika belum diundangkan ke dalam Lembaran Negara dalam tahapan pengundangan.

Secara umum, pengertian pengundangan menurut Pasal 1 angka 12 UU P3 adalah penempatan Peraturan Perundang-undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, Tambahan Berita Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah, Tambahan Lembaran Daerah, atau Berita Daerah.

Artinya, Undang-Undang Ibu Kota Negara juga wajib diundangkan di dalam Lembaran Negara, sedangkan Penjelasannya diundangkan di dalam Tambahan Lembaran Negara. Setelah itu, undang-undang tersebut baru berlaku dan mengikat umum untuk seluruh warga negara Indonesia atau penduduk di Indonesia. (Bersambung).

Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung.

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below