Menanti Pelaksanaan Undang-Undang Ibu Kota Negara (Bagian Kedelapan)

Oleh: Hernadi Affandi

Kelima persoalan tersebut mungkin saja dapat beranak-pinak yang dampaknya dapat mengganggu tatanan sistem pemerintahan dan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang sudah ada. Terlebih lagi jika kelima persoalan tersebut diabaikan begitu saja tanpa antisipasi yang berarti sebelum benar-benar terjadi.

Pertama, status Ibu Kota Negara sebagai daerah khusus. Kedua, pengelola Ibu Kota Negara yang disebut otorita. Ketiga, kepala otorita berkedudukan setingkat menteri. Keempat, Otorita Ibu Kota Negara berwenang mengeluarkan peraturan. Kelima, kewenangan yang besar dari Otorita IKN.

Secara singkat, kelima persoalan tersebut akan dielaborasi di bawah ini sebagai bahan diskusi dan masukan kepada para pengambil kebijakan. Selain itu, bahan pemikiran di antara para ahli dari kalangan teoretisi dan praktisi untuk mencari jalan keluar seandainya persoalan tersebut benar-benar terjadi.

Pertama, status Ibu Kota Negara sebagai Daerah Khusus. Keberadaan Ibu Kota Negara Nusantara dengan status khusus atau tepatnya sebagai Daerah Khusus Ibu Kota Negara tentu tidak berbeda dengan status Jakarta yang juga sebagai Daerah Khusus Ibu Kota sejak tahun 1960-an sampai nanti benar-benar digantikan dan ditinggalkan.

Pemberian status Ibu Kota Negara baru dengan daerah khusus merupakan kelanjutan dari kebiasaan yang sudah dijalankan cukup lama dan merupakan pilihan yang tersedia dari status pemerintahan daerah yang ada dalam hukum positif, khususnya yang diatur di dalam UUD 1945 dan beberapa undang-undang terkait.

Pasal 18B UUD 1945 menyebutkan dua kemungkinan status daerah, yaitu daerah khusus dan daerah istimewa. Selengkapnya, Pasal 18B ayat (1) UUD 1945 berbunyi sebagai berikut: Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.

Pilihan Ibu Kota Negara dengan status Daerah khusus tentu tidak menyalahi konstitusi karena dimungkinkan oleh UUD 1945, khususnya Pasal 18B ayat (1) tersebut. Namun demikian, status khusus (atau istimewa) hanya diberikan kepada satuan pemerintahan daerah yang disebut dengan Provinsi, Kabupaten, atau Kota.

Pembagian negara ke dalam dua tingkatan daerah yang disebut dengan Provinsi dan Kabupaten atau Kota diatur di dalam Pasal 18 ayat (1) UUD 1945. Hal itu juga berkorelasi dengan nama jabatan kepala pemerintah daerah masing-masing yang disebut dengan Gubernur, Bupati, atau Walikota sebagaimana diatur di dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945.

Selengkapnya Pasal 18 ayat (1) UUD 1945 berbunyi sebagai berikut: Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.

Sementara itu, Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 berbunyi sebagai berikut: Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. (Bersambung).

Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung.

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below