Menanti Pelaksanaan Undang-Undang Ibu Kota Negara (Bagian Kedua Puluh Dua)

Oleh: Hernadi Affandi

Salah satu persoalan yang sudah tampak di depan mata adalah pengaturan lebih lanjut terkait dengan penentuan tarif pajak yang menjadi kewenangan Pemerintah DKI Nusantara. Menurut UU Nomor 28 Tahun 2009, seluruh pajak daerah provinsi tersebut diatur lebih lanjut dengan peraturan daerah provinsi.

Namun demikian, Pemerintah DKI Nusantara adalah bukan provinsi yang sesungguhnya karena tidak memiliki DPRD. Akibatnya, Pemerintah DKI Nusantara tidak mungkin akan dapat membentuk peraturan daerah provinsi dalam rangka menjalankan ketentuan atau perintah UU Nomor 28 Tahun 2009 tersebut.

Ketentuan Pasal 95 UU Nomor 28 Tahun 2009 menegaskan bahwa pajak daerah ditetapkan dengan peraturan daerah. Selain itu, ketentuan tersebut melarang pemberlakuan surut peraturan daerah, ketentuan minimal materi muatan peraturan daerah tentang pajak, dan ketentuan lainnya.

Selengkapnya, Pasal 95 UU Nomor 28 Tahun 2009 berbunyi sebagai berikut: (1) Pajak ditetapkan dengan Peraturan Daerah. (2) Peraturan Daerah tentang Pajak tidak berlaku surut. (3) Peraturan Daerah tentang Pajak paling sedikit mengatur ketentuan mengenai: a. nama, objek, dan Subjek Pajak; b. dasar pengenaan, tarif, dan cara penghitungan pajak; c. wilayah pemungutan; d. Masa Pajak; e. penetapan; f. tata cara pembayaran dan penagihan; g. kedaluwarsa; h. sanksi administratif; dan i. tanggal mulai berlakunya.

(4) Peraturan Daerah tentang Pajak dapat juga mengatur ketentuan mengenai: a. pemberian pengurangan, keringanan, dan pembebasan dalam hal-hal tertentu atas pokok pajak dan/atau sanksinya; b. tata cara penghapusan piutang pajak yang kedaluwarsa; dan/atau c. asas timbal balik, berupa pemberian pengurangan, keringanan, dan pembebasan pajak kepada kedutaan, konsulat, dan perwakilan negara asing sesuai dengan kelaziman internasional.

Berdasarkan ketentuan tersebut, Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah menjadi aturan main yang sangat penting dalam pelaksanaan pemungutan pajak di daerah. Oleh karena itu, pemungutan pajak daerah baik pajak khusus maupun pungutan khusus di DKI Nusantara akan menimbulkan persoalan tersendiri tanpa adanya peraturan daerah.

Persoalan tersebut juga dapat diperparah jika dikaitkan dengan kewenangan Pemerintah Daerah “lama” di mana lokasi Ibu Kota Negara berada. Terdapat tiga pemerintah daerah yang terkait dengan Ibu Kota Negara baru, yaitu Provinsi Kalimantan Timur, Kabupaten Kutai Kartanegara, dan Kabupaten Penajam Paser Utara di mana masing-masing masih dapat memungut pajak daerah.

Akibatnya adalah masing-masing pemerintah daerah tersebut masih memiliki kewenangan untuk memungut pajak daerah. Dengan demikian, kemungkinan besar akan terjadi pemungutan pajak daerah secara berganda oleh ketiga pemerintah daerah tersebut ditambah dengan pajak daerah yang dipungut oleh Pemda DKI Nusantara.

Pasal 39 ayat (4) UU IKN berbunyi sebagai berikut: Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur, Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara, dan Pemerintah Daerah Kabupaten Penajam Paser Utara tetap melakukan pemungutan pajak dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sampai dengan penetapan pemindahan Ibu Kota Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Beberapa persoalan tersebut, mungkin saja akan menjadi semakin membesar jika tidak diselesaikan dan diatur secara tepat karena menyangkut hal yang cukup sensitif. Persoalan pajak daerah dianggap sensitif mengingat terkait dengan pendapatan daerah tersebut yang mungkin akan berkurang bahkan hilang karena akan dipungut oleh pihak lain. (Bersambung).

Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung.

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below