Menggagas Pembentukan Pengadilan HAM Nonberat Di Indonesia (Bagian Kedelapan)

Oleh: Hernadi Affandi

Pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dapat terjadi karena berbagai faktor baik secara langsung maupun tidak langsung yang berdampak kepada terganggunya penghormatan, perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM. Menurut para pakar, beberapa faktor penyebab terjadinya pelanggaran HAM antara lain adalah karena adanya pembagian kekuasaan yang tidak seimbang, masyarakat warga yang belum berdaya, serta masih kuatnya budaya feodal dan paternalistik dalam masyarakat. Keadaan itu baik secara parsial maupun akumulatif dapat menjadi faktor yang akan mempengaruhi terjadinya pelanggaran HAM.

Penulis sendiri dapat menambahkan bahwa faktor penyebab terjadinya pelanggaran HAM adalah karena pengetahuan dan pemahaman tentang HAM yang masih kurang, sehingga kesadaran terhadap HAM juga kurang. Hal itu dialami baik oleh para penyelenggaran negara dan pemerintahan maupun oleh masyarakat. Keadaan itu pula yang kemudian membawa implikasi negatif terhadap penghormatan, perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM. Salah satu bentuk implikasi negatif adalah terjadinya pelanggaran HAM atau bahkan kejahatan HAM baik yang dilakukan aparatur negara (state actors) maupun masyarakat (nonstate actors).

Di satu sisi, adanya berbagai pelanggaran HAM yang terjadi menunjukkan bahwa para penyelenggara negara dan pemerintahan masih belum memiliki kesadaran tentang HAM. Alih-alih para aparatur negara sebagai representasi negara melakukan perlindungan dan penegakan HAM, justru menjadi pelaku pelanggaran HAM bahkan kejahatan HAM itu sendiri. Keadaan itu berawal dari kurangnya pengetahuan dan pemahaman tentang HAM di kalangan aparatur negara tersebut. Akibatnya, kesadaran HAM di kalangan aparatur negara juga tidak muncul atau bahkan tidak ada karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman HAM.

Dengan demikian, terjadinya pelanggaran HAM oleh para penyelenggara negara dan pemerintahan pada semua tingkatan menjadi penanda bahwa kesadaran HAM-nya masih kurang. Pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aparatur negara dengan tidak disengaja atau kelalaian, apalagi yang disengaja dengan melakukan pembatasan atau pencabutan HAM seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang menandakan bahwa pengetahuan dan pemahaman tentang HAM-nya juga kurang. Keadaan itu perlu diketahui dan disadari dengan baik dan proporsional oleh aparatur negara agar tidak terjadi pelanggaran HAM di dalam praktik.

Secara akademis bahkan yuridis, pengertian dan ruang lingkup HAM mengalami perluasan dan perkembangan seiring dengan kemajuan masyarakat atau perkembangan zaman. Konsekuensinya adalah sesuatu yang awalnya merupakan hak biasa atau bukan HAM dapat berkembang menjadi HAM. Hal itu menunjukkan bahwa HAM itu bersifat dinamis dan luwes, sehingga bentuk dan jenis pelanggarannya juga akan mengalami perkembangan. Suatu tindakan, perbuatan, atau keadaan yang sebelumnya bukan merupakan pelanggaran HAM dapat berubah menjadi pelanggaran HAM apabila sudah diatur di dalam hukum positif, khususnya peraturan perundang-undangan.

Oleh karena itu, secara ideal seluruh aparatur negara mulai dari tingkat yang paling tinggi sampai dengan yang paling rendah diharapkan memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang HAM. Hal itu akan menjadi faktor penentu dalam pelaksanaan HAM dengan baik oleh para penyelenggara negara dan pemerintahan. Tahap selanjutnya adalah akan muncul kesadaran tentang HAM, sehingga akan membawa dampak positif terhadap penghormatan, perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM. Apabila kondisi tersebut sudah tercipta, peluang terjadinya pelanggaran HAM akan berkurang.

Di sisi lain, terjadinya pelanggaran HAM juga dapat disebabkan oleh pengetahuan dan pemahaman masyarakat pada umumnya tentang HAM juga kurang. Keadaan itu dapat juga menjadi faktor pendorong terjadinya pelanggaran HAM yang dilakukan oleh seseorang atau suatu kelompok masyarakat terhadap seseorang atau kelompok masyarakat lainnya. Pelanggaran HAM yang terjadi secara horisontal tersebut menjadi penanda pula bahwa masyarakat belum sadar akan HAM disebabkan belum mengetahui dan memahami HAM dengan baik. Masyarakat yang sudah sadar HAM diharapkan tidak akan melakukan pelanggaran HAM.

Pelanggaran HAM yang dilakukan oleh masyarakat secara horisontal dapat semakin memperburuk upaya terhadap penghormatan, perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM. Alih-alih masyarakat menghindarkan diri dari pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aparatur negara, justru masyarakat juga menjadi pelaku pelanggaran HAM terhadap masyarakat lainnya. Keadaan tersebut sama bahayanya dengan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aparatur negara. Bahkan, pelanggaran HAM yang dilakukan oleh masyarakat justru akan jauh lebih berbahaya jika dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa kecuali.

Pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aparatur negara mungkin saja masih dapat dikendalikan melalui ancaman pelakunya dibawa ke pengadilan HAM jika pelanggarannya adalah pelanggaran HAM berat. Namun, pelanggaran HAM yang dilakukan oleh masyarakat yang bukan pelanggaran HAM berat sampai saat ini belum ada mekanisme dan lembaga yang dapat memprosesnya secara khusus. Kasus-kasus pelanggaran HAM yang dilakukan oleh masyarakat (non-state actors) paling-paling hanya dibawa ke pengadilan umum saja. Keadaan itu tentu akan berpengaruh pula terhadap penghormatan, perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM.

Secara normatif, ketentuan peraturan perundang-undangan memang sudah menegaskan bahwa penghormatan, perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM adalah tanggung jawab negara terutama pemerintah. Namun demikian, bukan berarti bahwa individu, masyarakat, atau korporasi tidak ada peran sama sekali di dalam penghormatan, perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM. Keberhasilan atau kegagalan dalam penghormatan, perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM akan turut dipengaruhi oleh seluruh stakeholders baik pemerintah, aparatur negara, pejabat publik lainnya, maupun individu, masyarakat, atau korporasi. (Bersambung).

Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung.

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below