Menggagas Pembentukan Pengadilan HAM Nonberat Di Indonesia (Bagian Kedua Puluh Tiga)

Oleh: Hernadi Affandi

Mekanisme penyelesaian pelanggaran HAM Sipil dan Politik (Sipol) atau HAM Ekonomi, Sosial, dan Budaya (Ekosob) dapat berbeda sesuai dengan jenis dan kadar pelanggarannya. Kemungkinan pelanggaran terhadap HAM Sipol atau HAM Ekosob ada yang bersifat berat atau nonberat alias ringan, sedang, atau biasa. Dengan demikian, penyelesaiannya juga tidak akan sama, tetapi harus proporsional dan terukur sesuai dengan jenis dan bentuk pelanggarannya. Penyamaan mekanisme dan hukum acara untuk semua jenis dan bentuk pelanggaran HAM tentu malah akan menimbulkan ketidakadilan karena berbeda kualitas dan dampak yang ditimbulkannya.

Selain itu, jenis dan ruang lingkup HAM dari masing-masing kategori HAM Sipol atau HAM Ekosob tersebut juga berbeda-beda. Secara kasat mata mungkin ada jenis HAM tertentu yang dianggap “biasa-biasa” saja, sekalipun dikategorikan sebagai HAM. Namun demikian, konsekuensi dimasukkannya hak itu sebagai HAM adalah tetap harus dihormati, dilindungi, dimajukan, ditegakkan, dan dipenuhinya HAM tersebut di dalam tataran praktik. Salah satu bentuk dari penghormatan, perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM tersebut adalah melalui penyelesaian yang adil, proporsional, dan terukur jika ada pelanggaran terhadapnya.

Penjelasan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 Tentang Penghapusan Ras dan Etnis (UU PRE) menjelaskan bahwa “Yang dimaksud dengan “hak-hak sipil”, antara lain hak untuk: a. bebas berpergian dan berpindah tempat dan berdomisili dalam wilayah negara kesatuan Republik Indonesia; b. meninggalkan dan kembali ke wilayah negara kesatuan Republik Indonesia; c. mempertahankan kewarganegaraan; d. membentuk keluarga, memilih pasangan hidup dan melanjutkan keturunan; e. memiliki harta milik atas nama sendiri maupun bersama dengan orang lain; f. berpikir, berperasaan, berekspresi dan mengeluarkan pendapat dengan bebas; g. menggunakan bahasa apa pun dengan bebas; h. berkumpul dan berserikat dengan bebas dan damai; dan i. mendapatkan informasi.

Penjelasan Pasal 9 UU PRE juga menjelaskan bahwa “Yang dimaksud dengan “hak-hak politik”, antara lain hak untuk: a. mendapat perlakuan yang sama di hadapan hukum, lembaga peradilan dan badan-badan administrasi publik lainnya; b. mendapat rasa aman dan perlindungan dari negara terhadap kekerasan ras dan etnis baik kekerasan fisik, sosial maupun psikis baik disebabkan oleh aparatur pemerintah atau oleh perorangan, kelompok, lembaga atau organisasi tertentu; c. berpartisipasi dalam pemerintahan sebagaimana dalam kegiatan publik pada tingkat apa pun; dan d. berpartisipasi dalam bela negara.

Selanjutnya, Penjelasan Pasal 9 UU PRE juga menjelaskan terkait dengan HAM Ekonomi sebagai berikut: “Yang dimaksud dengan “hak-hak ekonomi”, antara lain hak untuk: a. berusaha mencari penghidupan yang layak di seluruh wilayah negara Indonesia; b. bekerja, memilih pekerjaan, memiliki kondisi kerja yang adil dan diinginkan; c. mendapat gaji yang pantas sesuai dengan pekerjaan dan sistem penggajian; d. membentuk dan menjadi anggota dari serikat pekerja; e. memperoleh perlindungan terhadap pengangguran; dan f. memiliki perumahan.

Sementara itu, Penjelasan Pasal 9 UU PRE juga menjelaskan bahwa “Yang dimaksud dengan “hak-hak sosial dan budava”, antara lain hak untuk: a. memperoleh pelayanan kesehatan, pengobatan, jaminan sosial dan pelayanan-pelayanan sosial lainnya; b. memiliki kesempatan dan perlakuan yang sama atas segala bentuk pelayanan umum; c. memperoleh kesempatan dan berpartisipasi dalam peristiwa-peristiwa budaya, sosial, dan ekonomi; d. memperoleh kesempatan yang sama untuk mengekspresikan budayanya; e. menikmati, mendapatkan dan memperoleh jaminan atas terselenggaranya pendidikan dan pelatihan yang bertujuan untuk mencerdaskan dan/atau menambah keterampilannya, tanpa membedakan ras dan etnis; dan f. menyelenggarakan pendidikan tanpa memperhatikan ciri khas ras dan etnisnya.

Berdasarkan rincian di atas tampak bahwa baik HAM Sipol maupun HAM Ekosob memiliki jenis dan ruang lingkup yang berbeda, sehingga penyelesaian terhadap pelanggarannya juga akan berbeda. Oleh karena itu, dalam penyelesaian terhadap pelanggarannya harus dilakukan secara hati-hati karena hasil dan akibatnya juga akan berbeda termasuk dalam jenis atau bentuk sanksinya. Jenis atau bentuk hukuman terhadap pelaku pelanggaran HAM tersebut harus dikembalikan kepada berat atau ringannya pelanggaran yang dilakukannya. Semakin berat pelanggarannya tentu hukumannya juga akan semakin berat, dan sebaliknya semakin ringan pelanggarannya akan semakin ringan pula hukumannya.

Selain itu, penyelesaian terhadap pelanggaran HAM juga harus melihat faktor pendorong yang mengakibatkan pelanggaran HAM tersebut. Pelanggaran HAM itu dapat saja terjadi karena ketidaksengajaan, kelalaian, atau “hanya” membatasi HAM seseorang atau kelompok orang. Oleh karena itu, dalam konteks HAM juga harus ada rambu-rambu agar justru tidak terjadi pelanggaran HAM, termasuk dalam penjatuhan sanksi terhadap pelaku pelanggaran HAM sekalipun. Penjelasan Umum Undang-Undang HAM antara lain menjelaskan bahwa “pelanggaran baik langsung maupun tidak langsung atas hak asasi manusia dikenakan sanksi pidana, perdata, dan atau administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.” (Bersambung).

Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung.

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below