Menggagas Pembentukan Pengadilan HAM Nonberat Di Indonesia (Bagian Keempat)

Oleh: Hernadi Affandi

Secara konstitusional, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) telah memberikan tanggung jawab kepada penyelenggara negara dan pemerintahan untuk melakukan langkah-langkah terkait dengan hak asasi manusia (HAM). Hal itu ditegaskan di dalam Pasal 28I ayat (4) UUD 1945 yang berbunyi sebagai berikut: “Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah”.

Selanjutnya, pada ayat (5)-nya ditegaskan bahwa “Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.” Namun demikian, UUD 1945 tidak menegaskan terkait dengan aspek pemajuan dan pemenuhan, tetapi hanya menegaskan terkait dengan menegakkan dan melindungi HAM.

Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan HAM antara lain adalah Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM) dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (UU PHAM). UU HAM merupakan undang-undang payung dari seluruh peraturan perundang-undangan terkait dengan HAM di Indonesia. Sementara itu, UU PHAM merupakan undang-undang khusus yang membentuk lembaga peradilan khusus untuk mengadili pelanggaran HAM berat.

Di dalam Penjelasan Umum UU HAM dijelaskan bahwa “Undang-undang tentang Hak Asasi Manusia ini adalah merupakan payung dari seluruh peraturan perundang-undangan tentang hak asasi manusia. Oleh karena itu, pelanggaran baik langsung maupun tidak langsung atas hak asasi manusia dikenakan sanksi pidana, perdata, dan atau administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.” Secara ekplisit di dalam Penjelasan Umum UU HAM disebutkan bahwa pelanggaran HAM dikenakan sanksi pidana, perdata, dan atau administratif.

Salah satu dasar pemikiran pembentukan UU HAM adalah bahwa hak asasi manusia harus benar-benar dihormati, dilindungi, dan ditegakkan, dan untuk itu pemerintah, aparatur negara, dan pejabat publik lainnya mempunyai kewajiban dan tanggung jawab menjamin terselenggaranya penghormatan, perlindungan, dan penegakan hak asasi manusia. Namun demikian, UU HAM tersebut tidak menjelaskan lebih lanjut tentang pengertian penghormatan, perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM tersebut.

Sementara itu, di dalam Penjelasan Umum UU PHAM dijelaskan bahwa “Pemberian perlindungan terhadap hak asasi manusia dapat dilakukan melalui pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan Pengadilan HAM serta Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Dengan demikian, keberadaan pengadilan HAM merupakan salah satu bentuk perlindungan terhadap HAM. Di samping itu, keberadaan Komnas HAM, dan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) juga merupakan bentuk perlindungan HAM. Meskipun demikian, perintah undang-undang tersebut sampai saat ini belum terwujud sepenuhnya karena lembaga KKR belum dibentuk secara permanen karena undang-undang pembentukannya dianulir oleh Mahkamah Konstitusi.

Keberadaan pengadilan HAM merupakan aspek penting dalam memberikan perlindungan terhadap HAM warga negara dari tindakan pemerintah, aparatur negara, dan pejabat publik lainnya. Artinya, jika tindakan pemerintah, aparatur negara, dan pejabat publik lainnya tidak melakukan penghormatan, perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM dapat dianggap merupakan pelanggaran HAM. Konsekuensinya, pelanggaran HAM oleh pemerintah, aparatur negara, dan pejabat publik lainnya dapat dikenakan sanksi pidana, perdata, dan atau administratif.

Namun demikian, amanat UUD 1945 yang ditindaklanjuti dengan kedua undang-undang tersebut belum sepenuhnya mengakomodasi penghormatan, perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM. Kedua undang-undang tersebut justru masih terfokus kepada pelanggaran HAM berat yang dapat diadili di dalam pengadilan HAM. Padahal, pelanggaran HAM tidak hanya bersifat berat, tetapi dapat juga bersifat ringan atau sedang. Dengan demikian, pelanggaran HAM ringan atau sedang belum terakomodasi di dalam kedua undang-undang tersebut.

Kedua undang-undang tersebut juga tidak menerjemahkan pengertian dan pelaksanaan dari penghormatan, perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM. Dengan demikian, pengertian dan pelaksanaan terkait dengan penghormatan, perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM di dalam kedua undang-undang tersebut belum dapat dijadikan tolok ukur dalam menilai tindakan yang dilakukan oleh pemerintah, aparatur negara, dan pejabat publik lainnya.

Selain itu, kedua undang-undang tersebut juga belum mengatur akibatnya apabila pemerintah, aparatur negara, dan pejabat publik lainnya melakukan pelanggaran terhadap HAM. Dalam hal ini, pelanggaran HAM yang dimaksud adalah apabila pemerintah, aparatur negara, dan pejabat publik tidak melaksanakan penghormatan, perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM sebagaimana mestinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Keadaan tersebut menimbulkan persoalan di dalam tataran praktik perlindungan dan penegakan HAM di Indonesia. Dalam hal ini, penyelenggara negara dan pemerintahan belum pernah ada yang dianggap melakukan pelanggaran HAM karena alasan tidak melaksanakan penghormatan, perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM. Termasuk di dalamnya terkait dengan HAM Ekosob yang lebih mengutamakan penajuan dan pemenuhan daripada penghormatan, perlindungan, dan penegakannya.

Salah satu faktor yang akan menunjukkan bentuk nyata dalam perlindungan dan penegakan HAM di Indonesia adalah melalui proses peradilan terhadap para pelaku pelanggar HAM di pengadilan HAM. Dalam hal ini, HAM yang dimaksud adalah baik HAM Sipol maupun HAM Ekosob. Persoalannya adalah sampai saat ini fokus perhatian perlindungan dan penegakan masih terhadap HAM Sipol, khususnya yang bersifat pelanggaran HAM berat. Selain pelanggaran HAM Sipol yang berat tampaknya kurang mendapatkan perhatian apalagi yang terkait dengan HAM Ekosob. (Bersambung).

Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung.

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below