Menggagas Pembentukan Pengadilan HAM Nonberat Di Indonesia (Bagian Kelima Puluh Lima)

Oleh: Hernadi Affandi

Kehadiran Pengadilan Anak diharapkan dapat memberikan arah yang tepat dalam pembinaan dan perlindungan terhadap anak, khususnya anak yang menghadapi masalah hukum. Oleh karena itu, UU PA mengatur materi muatan yang secara langsung mengandung semangat perlindungan terhadap hak anak meskipun pada saat itu belum ada UU HAM. Hal itu antara lain ditunjukkan dengan adanya ketentuan yang membedakan proses peradilan anak dari proses peradilan untuk orang dewasa. Dengan demikian, anak akan tetap mendapatkan perlindungan sekalipun sedang mengalami atau menghadapi masalah hukum.

Secara umum pengertian anak menurut UU HAM adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya. Dengan demikian, pengertian anak, termasuk anak nakal, adalah seseorang yang masih berusia di bawah 18 tahun. Namun demikian, khusus untuk anak nakal yang dapat diajukan ke pengadilan adalah yang berusia antara 8-18 tahun. Selain itu, sanksi tertentu hanya dapat dijatuhkan kepada anak nakal yang berusia antara 12-18 tahun. Hal itu juga dilakukan dalam rangka perlindungan terhadap anak.

Pasal 4 UU PA menegaskan bahwa (1) Batas umur Anak Nakal yang dapat diajukan ke Sidang Anak adalah sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. (2) Dalam hal anak melakukan tindak pidana pada batas umur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan diajukan ke sidang pengadilan setelah anak yang bersangkutan melampaui batas umur tersebut, tetapi belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun, tetap diajukan ke Sidang Anak. Dalam hal ini, terdapat pengecualian terhadap anak nakal yang dapat diajukan ke pengadilan berdasarkan usianya.

Penjelasan Pasal 4 UU PA menjelaskan bahwa (1) Sesuai dengan asas praduga tak bersalah, maka seorang Anak nakal yang sedang dalam proses peradilan tetap dianggap sebagai tidak bermasalah sampai adanya putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Batas umur 8 (delapan) tahun bagi Anak Nakal untuk dapat diajukan ke Sidang Anak didasarkan pada pertimbangan sosialogis, psikologis dan pedagogis, bahwa anak yang belum mencapai 8 (delapan) tahun dianggap belum dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya.”

Sementara itu, Penjelasan Umum UU PA menjelaskan bahwa “Khusus mengenai sanksi terhadap anak dalam Undang-undang ini ditentukan berdasarkan perbedaan umur anak, yaitu bagi anak yang masih berumur 8 (delapan) tahun sampai 12 (dua belas) tahun hanya dikenakan tindakan, seperti dikembalikan kepada orang tuanya, ditempatkan pada organisasi sosial, atau diserahkan kepada Negara, sedangkan terhadap anak yang telah mencapai umur di atas 12 (dua belas) tahun dijatuhkan pidana. Pembedaan perlakuan tersebut didasarkan atas pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial anak.”

Berkaitan dengan proses persidangan sendiri, perkara anak diperiksa secara tertutup dan dilakukan secara berbeda dengan proses persidangan untuk orang dewasa. Dalam persidangan, pihak-pihak yang dapat menghadiri persidangan juga dibatasi. Selain itu, pemberitaan tentang anak yang bermasalah hukum juga harus dilakukan dengan menyebutkan inisial nama anak atau nama orang tuanya. Hal itu merupakan bentuk perlindungan terhadap anak agar tidak mengalami gangguan baik mental maupun fisik. Ketentuan tersebut antara lain ditegaskan di dalam Pasal 8 UU PA.

Selengkapnya, Pasal 8 UU PA berbunyi sebagai berikut: (1) Hakim memeriksa perkara anak dalam sidang tertutup. (2) Dalam hal tertentu dan dipandang perlu pemeriksaan, perkara anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan dalam sidang terbuka. (3) Dalam sidang yang dilakukan secara tertutup hanya dapat dihadiri oleh anak yang bersangkutan beserta orang tua, wali, atau orang tua asuh, Penasihat Hukum, dan Pembimbing Kemasyarakatan. (4) Selain mereka yang disebut dalam ayat (3), orang-orang tertentu atas izin hakim atau majelis hakim dapat menghadiri persidangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Selanjutnya, (5) Pemberitaan mengenai perkara anak mulai sejak penyidikan sampai saat sebelum pengucapan putusan pengadilan menggunakan singkatan dari nama anak, orang tua, wali, atau orang tua asuhnya. (6) Putusan pengadilan dalam memeriksa perkara anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. Ketentuan tersebut menunjukkan adanya semangat untuk melindungi anak dari kemungkinan terjadinya gangguan bagi anak baik mental, fisik, atau sosialnya. Perlindungan itu diberikan kepada anak sekalipun dikategorikan sebagai anak nakal atau yang sedang bermasalah.

Penjelasan Pasal 8 berbunyi sebagai berikut: (1) Pemeriksaan perkara anak dilakukan dalam sidang tertutup untuk melindungi kepentingan anak. (2) Pada prinsipnya pemeriksaan perkara anak harus dilakukan secara tertutup. Walaupun demikian dalam hal tertentu dan dipandang perlu, Hakim dapat menetapkan pemeriksaan perkara dilakukan secara terbuka, tanpa mengurangi hak anak. Hal tertentu dan dipandang perlu tersebut antara lain karena sifat dan keadaan perkara harus dilakukan secara terbuka. Suatu sifat perkara akan diperiksa secara terbuka misalnya perkara pelanggaran lalu lintas, sedangkan dilihat dari keadaan perkara misalnya pemeriksaan perkara di tempat kejadian perkara. (Bersambung).

Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung.

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below