Menggagas Pembentukan Pengadilan HAM Nonberat Di Indonesia (Bagian Ketigabelas)

Oleh: Hernadi Affandi

Secara de facto, pelanggaran HAM nonberat sering terjadi di dalam praktik baik yang dilakukan oleh pemerintah, aparatur negara, birokrasi, maupun oleh perorangan, masyarakat, atau korporasi. Keadaan itu secara langsung atau tidak langsung berdampak kepada terganggunya penghormatan, perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM di Indonesia. Namun, secara juridis terhadap keadaan itu sulit dilakukan tindakan apapun termasuk memproses secara hukum para pelanggarnya karena belum adanya aturan yang mengatur hal tersebut.

Mekanisme penyelesaian kasus pelanggaran HAM memang sudah disediakan oleh negara melalui pengadilan HAM. Namun, keberadaan pengadilan HAM tersebut belum mampu menjangkau seluruh jenis pelanggaran HAM itu sendiri. Pelanggaran HAM yang dapat diproses di pengadilan HAM hanyalah pelanggaran HAM berat, sedangkan pelanggaran HAM nonberat belum ada mekanisme yang memadai. Keadaan itu menjadi timpang dalam upaya melakukan penghormatan, perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM di Indonesia secara utuh dan menyeluruh.

Berbagai pelanggaran HAM nonberat yang terjadi di masyarakat hanya dapat dilihat dan dirasakan, tetapi tidak dapat menyentuh para pelakunya. Kesulitan terjadi karena belum adanya mekanisme yang dapat memproses pelanggaran HAM nonberat tersebut. Padahal, secara potensisial pelanggaran HAM nonberat akan jauh lebih banyak dan beragam sesuai dengan ruang lingkup HAM itu sendiri. Semakin luas ruang lingkup HAM, semakin besar peluang terjadinya pelanggaran HAM. Hal itu terjadi sebagai konsekuensi dari HAM yang harus dihormati, dilindungi, dimajukan, ditegakan, dan dipenuhi dalam keadaan apapun.

Upaya penghormatan, perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM di Indonesia akan menjadi terganggu dan terkendala jika belum ada mekanisme penyelesaiannya. Akibatnya, HAM bukan lagi merupakan sesuatu yang harus dihormati, dilindungi, dimajukan, ditegakkan, dan dipenuhi. Sebaliknya, HAM akan selalu diabaikan, dikesampingkan, bahkan dilanggar oleh siapapun dan di manapun. Alih-alih akan melakukan penghormatan, perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM tampaknya justru akan terus terjadi pelanggaran terhadapnya dengan berbagai bentuk dan pelakunya.

Masyarakat sudah sering menyaksikan secara langsung dan kasat mata berbagai peristiwa yang terindikasi sebagai pelanggaran HAM nonberat. Namun, secara normatif, keadaan itu tidak dapat diselesaikan karena belum adanya hukum positif yang mengatur masalah tersebut. Akibatnya, pelanggaran HAM nonberat terus saja terjadi tanpa dapat dihentikan karena pelakunya tidak dapat diproses secara hukum. Keadaan itu terus terjadi hampir setiap waktu, bahkan terjadi secara masif dan massal karena pelakunya dapat siapa saja dan di mana saja.

Berbagai pelanggaran HAM nonberat yang dibiarkan tanpa adanya proses hukum yang adil dan sepadan tentu akan mengurangi keberadaan dan arti penting HAM itu sendiri. Keharusan untuk menghormati, memajukan, menegakkan, dan memenuhi HAM dalam keadaan apapun menjadi tidak bermakna karena pelaku pelanggarannya justru dibiarkan. Kenyataan itu terjadi karena munculnya anggapan bahwa hanya pelanggaran HAM berat saja yang pelakunya dapat diproses secara hukum, sedangkan pelanggaran HAM nonberat belum ada ketentuannya yang mengatur secara tegas dan jelas.

Padahal, tindakan yang membiarkan terjadinya pelanggaran HAM sekecil apapun akan sangat berbahaya bagi keberadaan HAM itu sendiri. Pelanggaran HAM nonberat yang dibiarkan terjadi karena alasan bahwa HAM yang dilanggarnya bukan termasuk HAM yang utama akan berpengaruh terhadap penghormatan, perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM secara keseluruhan. Dalam hal ini, siapapun akan berpikir bahwa HAM itu bukan lagi sesuatu yang harus dihormati, dilindungi, dimajukan, ditegakkan, dan dipenuhi karena pelanggarannya juga dibiarkan saja.

Kebiasaan melakukan pelanggaran HAM nonberat dan membiarkan pelakunya begitu saja akan berdampak kepada penghormatan, perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM secara umum. Dalam hal ini, HAM bukan lagi dianggap sebagai sesuatu yang istimewa karena pemberian Tuhan, tetapi hanya merupakan sesuatu yang biasa-biasa saja seperti hak pada umumnya. Padahal, keberadaan HAM berbeda dengan hak pada umumnya baik dari sumber, mekanisme, bentuk, maupun tata cara perolehan dan pelaksanaannya.

Perbedaan tersebut menjadi kurang bermakna ketika pelanggaran HAM nonberat justru tidak ditangani sebagaimana mestinya apalagi dibiarkan begitu saja. Padahal, pelanggaran terhadap hak biasa saja yang bukan merupakan HAM, para pihak akan menuntut dipenuhi dan ditegakkannya hak-hak tersebut. Bahkan, para pihak akan rela berjuang mati-matian dengan cara dan daya apapun untuk memperoleh haknya tersebut. Pertanyaannya, terhadap hak biasa saja perjuangannya seperti itu, tetapi mengapa terhadap HAM tidak diperjuangkan agar terpenuhi secara wajar.

Salah satu alasan yang ditengarai menjadi faktor pendorong terjadinya kesulitan dalam mempertahankan HAM secara utuh adalah belum tersedianya mekanisme yang utuh pula dalam penghormatan, perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM. Fokus perhatian dalam hal itu hanya ditujukan kepada pelanggaran HAM berat, sedangkan pelanggaran HAM nonberat belum disediakan apalagi dalam bentuk pengadilan HAM nonberat. Keadaan itu akan menyulitkan mekanisme perlindungan dan penegakan HAM secara utuh dan menyeluruh baik secara langsung maupun tidak langsung. (Bersambung).

Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung.

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below