Menyoal Gaji Versus Kinerja Anggota DPR (Bagian Keempat)

Oleh: Hernadi Affandi

Penilaian terjadap kinerja wakil rakyat  tersebut dapat saja positif atau negatif sesuai dengan yang dilihat, disaksikan, atau dirasakan oleh rakyat. Dalam hal ini, para anggota DPR harus menyadari bahwa rakyat berhak atas penilaian tersebut tanpa diminta atau ditolak. Oleh karena itu, sudah merupakan kenicayaan bagi anggota DPR sebagai wakil rakyat harus memperlihatkan dan menunjukkan performa terbaik di hadapan rakyat bukan justru mempertontonkan hal-hal yang bersifat negatif kepada rakyat.

Akibat adanya berbagai kondisi negatif yang dipertontonkan oleh wakil rakyat yang duduk di DPR, rakyat pun menjadi memberikan penilaian negatif terhadap mereka. Hal itu wajar karena rakyat adalah pemilik kedaulatan yang telah memberikan kepercayaan dan amanah kepada para wakilnya tersebut. Oleh karena itu, wajar pula jika rakyat memberikan penilaian atas segala hal yang dilakukan oleh para wakilnya tersebut. Penilaian rakyat yang negatif kepada para wakilnya tentu disebabkan performanya juga negatif.

Apabila wakil rakyat ingin mendapat penilaian yang baik dari rakyat yang diwakilinya, wakil rakyat semestinya menjalankan amanah dan aspirasi rakyat dengan sebaik-baiknya. Wakil rakyat semestinya menjalankan amanah rakyat dengan penuh rasa tanggung jawab atas apa yang mereka emban dari rakyat. Rakyat sebenarnya tidak menuntut banyak dari para wakilnya yang duduk di DPR asalkan aspirasi dan kepentingan rakyat terpenuhi, sehingga penilaiannya pun akan positif jika hal itu dijalankan dengan baik.

Tuntutan rakyat tersebut harus dijalankan oleh wakil rakyat dengan cara mendengar dan menampung suara-suara yang disampaikan oleh rakyat. Banyak aspirasi dan keinginan rakyat yang disuarakan melalui berbagai saluran informasi seperti media massa cetak, elektronik, atau daring. Suara-suara tersebut merupakan cerminan aspirasi dan keinginan rakyat yang harus diperhatikan oleh para wakilnya yang duduk di DPR dengan sebaik-baiknya dan penuh perhatian bukan sebaliknya malah diabaikan begitu saja.

Cara lain yang sering dilakukan oleh rakyat antara lain melalui penyaluran aspirasi langsung kepada anggota DPR di tempatnya bertugas yaitu di gedung DPR. Rakyat atau setidaknya kelompok tertentu sebenarnya sering melakukan penyampaian pendapat dengan cara itu agar langsung didengar dan diterima oleh wakilnya yang ada di sana. Namun, kenyataannya tidak jarang upaya seperti itu kurang mendapatkan perhatian serius dari para wakilnya. Kalaupun diterima biasanya lebih didasarkan kepada basa-basi saja agar mereka dinilai sudah menjalankan amanah rakyat.

Hal itu dapat ditengarai dari minimnya informasi terkait dengan tindak lanjut atau hasil dari penyampaian aspirasi langsung tersebut. Hampir tidak pernah terdengar ada semacam laporan dari para wakil rakyat yang sudah menerima aspirasi rakyat dalam suatu demonstrasi atas tindak lanjut dan hasilnya. Oleh karena itu, rakyat menganggap bahwa wakil rakyat yang menerima aspirasi tersebut hanya basa-basi saja karena setelah itu tidak ada kabar-beritanya lagi dengan aspirasi tersebut seperti menguap begitu saja.

Kenyataan tersebut berlangsung dari waktu ke waktu, sehingga rakyat pun mulai apatis dengan penyampaian aspirasinya secara langsung. Hal itu diperparah ketika penyampaian aspirasi itu berkaitan dengan hal-hal yang dianggap menyangkut hajat hidup rakyat atau sebagian rakyat. Alih-alih aspirasi itu ditampung dan diakomodasi oleh para wakilnya yang duduk di DPR, justru diabaikan dan dianggap angin lalu saja. Akibatnya, rakyat tambah kecewa atas kinerja wakilnya yang duduk di lembaga terhormat itu.

Berbagai contoh pengabaian aspirasi rakyat biasanya terkait dengan pembentukan undang-undang yang menyangkut hajat hidup rakyat banyak atau banyak pihak yang berkaitan. Contoh paling ramai adalah terkait dengan pembentukan Undang-Undang Cipta Kerja yang dianggap mengabaikan aspirasi dan kepentingan rakyat. Konsekuensinya, undang-undang tersebut kemudian diuji ke Mahkamah Konstitusi (MK) baik dalam bentuk pengujian formal maupun pengujian material.

Kenyataan tersebut menunjukkan ada kesalahan dari undang-undang tersebut baik yang sifatnya formal-prosedural maupun material-substantial di mata rakyat. Namun, sayang bahwa aspirasi tersebut kurang mendapatkan perhatian serius dari wakilnya yang duduk di DPR pada waktu itu. Oleh karena itu, rakyat menilai bahwa kinerja para wakil rakyat atau anggota DPR yang terhormat tersebut kurang baik karena tidak aspiratif dalam menampung dan mengakomodasi kepentingan rakyat kecil. (Bersambung).

Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung.

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below