Menyoal Gaji Versus Kinerja Anggota DPR (Bagian Pertama)

Oleh: Hernadi Affandi

Beberapa hari terakhir, masyarakat kembali menyoroti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai lembaga tempat para wakil rakyat duduk di sana. Sorotan kali ini bukan karena melihat kinerjanya yang semakin aspiratif dan akomodatif dalam menampung dan mengakomodasi segala aspirasi rakyat yang diwakilinya. Justru masyarakat menyoroti gaji para anggota DPR yang terhormat yang dinilai sangat fantastis jika dibandingkan dengan rata-rata pendapatan rakyat yang diwakilinya.

Menurut pengakuan salah satu anggota DPR bahwa gaji anggota DPR dapat mencapai ratusan juta rupiah perbulan dengan rincian yang cukup banyak posnya. Jumlah tersebut tentu sangat fantastis bagi ukuran rata-rata rakyat Indonesia yang nota bene sebagai rakyat yang diwakilinya. Oleh karena itu wajar ketika ada sebagian kalangan masyarakat yang mempertanyakan timbal balik antara gaji besar yang diterima oleh para anggota DPR dengan kinerjanya sebagai wakil rakyat.

Sebenarnya gaji besar para anggota DPR bukan masalah bagi rakyat bahkan hal itu sangat wajar sebagai bentuk penghargaan terhadap lembaga negara. Persoalannya adalah apakah gaji yang besar tersebut sudah sepadan dengan kinerja wakil rakyat dalam memperjuangkan aspirasi rakyat. Hal itu justru dinilai oleh sebagian kalangan masyarakat belum optimal. Bahkan, masyarakat menilai para anggota DPR yang terhormat belum menjalankan tugas, fungsi, dan kewajibannya sebagai wakil rakyat secara proporsional dan profesional.

Penilaian masyarakat tersebut dapat saja dianggap tidak objektif karena tidak mengetahui dengan pasti apa yang sudah dilakukan oleh para anggota DPR tersebut. Kinerja anggota DPR selama ini memang sulit diketahui apalagi diukur secara kuantitatif oleh masyarakat. Hal itu disebabkan tidak adanya mekanisme dan tolok ukur untuk menilai kinerja anggpta DPR. Akibatnya, penilaian masyarakat hanya didasarkan kepada apa yang dilihat, dikerjakan, atau dihasilkan oleh anggota DPR sesuai atau berdasarkan informasi yang diterima oleh rakyat.

Sebagian besar informasi itu diperoleh oleh rakyat biasanya melalui pemberitaan baik di media cetak, media elektronik, maupun media sosial. Akibatnya, masyarakat hanya mengetahui dan menilai para anggota DPR yang diberitakan di berbagai media tersebut. Kemungkinan besar masih banyak anggota DPR yang kiprah dan kinerjanya tidak tersorot oleh media atau terpublikasi dengan baik. Konsekuensinya, anggota DPR tersebut tidak dihitung kinerjanya karena tidak diketahui oleh rakyat.

Penilaian kinerja semacam itu mungkin dirasakan tidak mewakili seluruh anggota DPR karena yang tampak hanya sebagian kecil saja. Namun, ukuran lain juga dapat digunakan untuk menilai kinerja DPR dari segi fungsi utama DPR, yaitu fungsi pengawasan, fungsi anggaran, dan fungsi legislasi. Pertanyaan sederhana dapat diajukan di sini terhadap DPR sebagai lembaga bukan lagi sebagai individu anggota DPR. Pertanyaannya adalah sudah sejauh mana DPR sebagai lembaga menjalankan fungsi utamanya tersebut dan apa hasilnya yang nyata, sehingga dapat dinilai dan dirasakan oleh rakyat.

Apabila dikaitkan dengan fungsi pengawasan misalnya, sejauh mana fungsi pengawasan sudah dijalankan dalam menilai dan mengawasi kinerja pemerintah secara objektif. Hal itu penting karena sebagian besar anggota DPR dianggap merupakan “pendukung” pemerintah, sehingga penilaian yang dilakukannya dapat saja tidak objektif. Rakyat dapat merasakan banyak kebijakan pemerintah yang dirasakan kurang adil atau kurang tepat, tetapi luput dari pengawasan DPR. Misalnya, kenaikan harga dasar listrik, subsidi BBM, pajak yang semakin bervariasi, pelayanan publik yang masih rendah, dan lain-lain.

Demikian pula dalam menjalankan fungsi anggaran, DPR dinilai hanya meloloskan usulan pemerintah dan kurang mampu mengimbangi dengan masukan yang berarti. DPR dalam menjalankan fungsi anggaran hanya menyetujui atau menolak usulan anggaran dari pemerintah tanpa diketahui alasan menyetujui atau menolak tersebut. Bahkan, rakyat hanya melihat dalam menyetujui atau menolak anggaran yang diajukan oleh pemerintah di situ terjadi permainan dan patgulipat anggaran sebagai kompensasinya.

Persoalan yang paling kasat mata adalah terkait dengan fungsi legislasi DPR yang dinilai masih jauh dari harapan rakyat yang diwakilinya. Ukuran kinerja anggota DPR dalam fungsi legislasi tentu bukan semata-mata jumlah rancangan undang-undang (RUU) yang dihasilkan setiap tahun. Aspek yang penting dan tidak boleh diabaikan adalah sejauh mana aspirasi rakyat dalam perencanaan, penyusunan, dan pembahasan RUU tersebut ditampung dan diakomodasi. (Bersambung).

Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung.

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below