Menyoal Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (Bagian Keenam)

Oleh: Hernadi Affandi

Perubahan tersebut menyangkut penggantian nama atau jabatan menteri yang diberi kedudukan sebagai “koordinator” atau menteri yang mengkoordinasikan penyusunan prolegnas di lingkungan pemerintah dan sekaligus diberi tugas atau kewenangan untuk melaksanakan pengundangan undang-undang.

Pasal 21 ayat (4) UU Perubahan P3 tersebut selengkapnya berbunyi sebagai berikut: Penyusunan Prolegnas di lingkungan Pemerintah dikoordinasikan oleh menteri atau kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Berdasarkan ketentuan yang baru tersebut, terdapat beberapa perubahan penting yang akan berpengaruh terhadap tahapan pembentukan undang-undang. Perubahan tersebut antara lain terjadi dalam tahapan perencanaan, khususnya prolegnas, dan tahapan pengundangan undang-undang.

Namun demikian, ketentuan baru tersebut masih menimbulkan pertanyaan karena tidak ada penjelasan lebih lanjut siapa atau apa nama menteri atau kepala lembaga hasil perubahan tersebut. Dengan kata lain, perubahan baru tersebut masih menimbulkan perdebatan karena tidak ada penjelasan resmi atas hal itu.

Perubahan yang mendasar tersebut terjadi terhadap frasa “menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum” dengan frasa “menteri atau kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.”

Terdapat 2 jabatan yang disebutkan sekaligus dalam ketentuan baru tersebut, yaitu “menteri atau kepala lembaga”. Kedua jabatan tersebut disebut secara alternatif yang ditunjukkan dengan kata “atau”, artinya  ada kemungkinan ada menteri baru atau kepala lembaga baru yang diberi kewenangan tersebut.

Selain itu, “urusan pemerintahan di bidang hukum” diganti dengan “urusan pemerintahan di bidang pembentukan peraturan perundang-undangan.” Dengan demikian, urusan pemerintahan di bidang “hukum” tidak digunakan lagi karena diganti dengan “pembentukan peraturan perundang-undangan”.

Perubahan istilah jabatan atau nama baru tersebut merujuk kepada “koordinator” dalam penyusunan prolegnas di lingkungan pemerintah. Iistilah jabatan atau nama baru tersebut sekaligus juga diserahi wewenang untuk melaksanakan pengundangan undang-undang yang selama ini dipegang Menkumham.

Akibat perubahan istilah jabatan atau nama menteri atau lembaga tersebut akan terjadi penggantian juga nama menteri yang diberi kewenangan untuk mengundangkan undang-undang. Pengundangan sebuah undang-undang saat ini atau ke depan akan dilakukan oleh menteri atau kepala lembaga baru tersebut.

Dengan demikian, terdapat kemungkinan bahwa akan terjadi penggantian istilah atau nama kementerian yang ada saat ini dengan nama baru. Selain itu, kemungkinan juga akan ada menteri atau kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembentukan peraturan perundang-undangan. (Bersambung).

Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung.

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below