Menyoal Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (Bagian Kelima Belas)

Oleh: Hernadi Affandi

Seperti diketahui bahwa UU Nomor 29 Tahun 2007 antara lain mengatur kekhususan Gubernur DKI Jakarta sebagai Gubernur Ibu Kota Negara. Kekhususan tersebut tidak dimiliki oleh gubernur lainnya karena kedudukan, fungsi, dan peran yang dimilikinya khusus untuk Gubernur DKI Jakarta.

Kekhususan tersebut antara lain mengatur hak Gubernur DKI Jakarta untuk menghadiri sidang kabinet sepanjang menyangkut kepentingan Ibu Kota Negara. Pasal 26 ayat (8) berbunyi “Gubernur dapat menghadiri sidang kabinet yang menyangkut kepentingan Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.”

Pertanyaannya adalah apakah dengan disahkannya RUU Ibu Kota Negara yang baru akan menghapus kedudukan, fungsi, dan peran dari Gubernur DKI Jakarta. Jika jawabannya “ya”, artinya Ibu Kota Negara masih tetap Jakarta, sebaliknya jika jawabannya “tidak” artinya Gubernur DKI Jakarta bukan lagi Gubernur dari Ibu Kota Negara.

Provinsi DKI Jakarta bukan hanya sebagai daerah otonom biasa, tetapi juga diberi kewenangan khusus sebagai Ibu Kota Negara. Artinya, sebagai daerah otonom Provinsi DKI Jakarta memiliki kedudukan, fungsi, dan peran yang sama seperti daerah otonom lainnya, tetapi sebagai Ibu Kota Negara memiliki kekhususan.

Ketentuan tersebut tampak dalam Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 yang mengatur hal-hal umum sebagai daerah otonom biasa yang dimiliki juga oleh daerah otonom lainnya. Sementara itu, ketentuan Pasal 26 ayat (4) UU Nomor 29 Tahun 2007 menentukan hal-hal yang khusus.

Pasal 26 ayat (1) berbunyi: Kewenangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai daerah otonom mencakup seluruh urusan pemerintahan kecuali urusan politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, agama, serta bagian-bagian dari urusan pemerintahan lain yang menjadi wewenang Pemerintah sebagaimana diatur dalam perundang-undangan, dan urusan pemerintahan yang diatur dalam Undang-Undang ini.

Sementara itu, Pasal 26 ayat (4) berbunyi: Kewenangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang ini sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penetapan dan pelaksanaan kebijakan dalam bidang: a. tata ruang, sumber daya alam, dan lingkungan hidup; b. pengendalian penduduk dan permukiman; c. transportasi; d. industri dan perdagangan; dan e. pariwisata.

Kekhususan kedudukan, fungsi, dan peran DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara dipertegas lagi terkait dengan pendanaan urusan pemerintahannya melalui APBN. Hal itu diatur di dalam Pasal 33, sehingga penetapannya dilakukan bersama antara Pemerintah dan DPR berdasarkan usulan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. (Bersambung).

Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung.

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below