Menyoal Wacana Perpanjangan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden (Bagian Pertama)

Oleh: Hernadi Affandi

Beberapa waktu terakhir, muncul kembali wacana perpanjangan masa jabatan Presiden yang diajukan oleh beberapa pihak. Wacana perpanjangan juga sekaligus ditujukan untuk masa jabatan Wakil Presiden, sehingga wacana perpanjangan tersebut sekaligus untuk masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden. Wacana perpanjangan tersebut antara lain dikemukakan oleh beberapa kalangan seperti para politisi, pimpinan dan anggota lembaga negara, para pengamat politik, masyarakat biasa, dan lain-lain.

Apabila dikelompokkan, wacana perpanjangan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden tersebut ada dua kategori. Pertama, menambah masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden dari lima tahun menjadi ditambah dua atau tiga tahun. Kedua, menambah lagi satu periode untuk jabatan Presiden dari dua periode menjadi tiga periode. Untuk yang kedua ini tidak termasuk untuk jabatan Wakil Presiden karena baru satu periode. Kedua wacana perpanjangan tersebut dianggap sebagai pilihan, jika tidak menambah dua atau tiga tahun dapat menambah satu periode atau sebaliknya.

Para pencetus dan pendukung wacana tersebut memunculkan alasan yang bermacam-macam sesuai dengan persepsi, perspektif, dan konteksnya masing-masing. Pada intinya, kelompok tersebut melihat urgensi perpanjangan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden yang didasarkan kepada alasan baik yang bersifat objektif maupun subjektif. Meskipun terhadap pendapat tersebut dapat saja berbeda jika dilihat dari sisi yang berseberangan.

Misalnya, alasan waktu lima tahun sebagai masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden tidak efektif karena “terpotong” oleh masa pandemi COVID-19 yang berlangsung hampir tiga tahun terakhir. Hal itu dijadikan alasan agar waktu “yang hilang” tersebut digantikan dengan waktu tambahan dalam bentuk perpanjangan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden antara dua atau tiga tahun pula. Hipotesisnya, banyak program kerja Presiden dan Wakil Presiden yang tidak terlaksana disebabkan oleh pandemi COVID-19.

Alasan lain di antaranya adalah Presiden dan Wakil Presiden dianggap berhasil dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya, sehingga layak ditambah satu periode lagi. Hipotesisnya banyak keberhasilan dan kinerja yang baik dari Presiden dan Wakil Presiden yang patut diteruskan oleh yang bersangkutan dalam era kepemimpinan selanjutnya.

Seperti biasa, terhadap suatu wacana yang dilontarkan oleh satu pihak akan memunculkan wacana tandingan atau pandangan yang berbeda alias kontra. Demikian pula halnya, terhadap wacana perpanjangan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden tersebut juga muncul pandangan yang kontra dengan argumentasi masing-masing yang juga sesuai dengan persepsi, perspektif, dan konteksnya masing-masing.

Pada intinya, pandangan yang kontra tersebut bertolak belakang dengan pandangan yang mewacanakan perpanjangan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden. Misalnya, alasan waktu “yang hilang” tersebut tidak perlu digantikan dengan waktu tambahan dalam bentuk perpanjangan karena masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden adalah waktu yang ditentukan (fixed term) lima tahun. Dalam hal ini, pandemi COVID-19 tidak dapat dijadikan alasan untuk memperpanjang masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden.

Demikian pula untuk alasan bahwa Presiden dan Wakil Presiden dianggap berhasil dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya tidak sepenuhnya disetujui oleh pihak yang kontra. Justru di mata pihak yang kontra, banyak program kerja dan kinerja yang dinilai buruk dari Presiden dan Wakil Presiden. Selain itu, perpanjangan masa jabatan Presiden menjadi tiga periode juga dianggap menyalahi konstitusi yang membatasi maksimal dua periode.

Tampaknya, kedua pandangan yang pro dan kontra atas perpanjangan masa jabatn Presiden dan Wakil Presiden tersebut akan terus bergulir dan sangat sulit untuk ditemukan titk-temu atau jalan tengah. Masing-masing pihak merasa benar sesuai dengan persepsi, perspektif, dan konteksnya sendiri-sendiri. Oleh karena itu, kedua pandangan tersebut akan terus bergulir dan merebak tanpa berkesudahan dan sulit untuk ditentukan “pemenangnya. (Bersambung).

Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung.

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below