Ajaib, Di Masa Pandemi Pernikahan Dini Meningkat

Pernikahan Dini

Makramat.com. Pernikahan anak di bawah umur di masa pandemik saat ini justru meningkat. Peningkatan tersebut terutama dialami oleh anak perempuan yang berasal dari keluarga miskin, perdesaan, dan berpendidikan rendah. Berdasarkan data, Jawa Barat justru menduduki posisi tertinggi dalam pernikahan anak.

Demikian disampaikan oleh Dr. Sonny Dewi Judiasih, S.H., M.H., CN di dalam webinar yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Jumat (3/7/2020). Webinar tersebut dipandu oleh Deviana Yuanitasari, S.H.. M.H.

Pada kesempatan itu, Dr. Sonny menjelaskan bahwa satu dari sembilan anak perempuan melakukan pernikahan di bawah umur, sedangkan anak laki-laki satu dari seratus anak. Oleh karena itu, anak perempuan sangat rentan dalam pernikahan di bawah umur.

Menurut Dr. Sonny, pernikahan anak selain bersifat diskriminatif juga berdampak buruk terhadap kesehatan dan pendidikan anak. Selain itu, rentan terjadi kekerasan, eksploitasi, dan pelecehan dalam rumah tangga.

Baca juga: PSBB Bodebek Diperpanjang

Dr. Sonny menyebutkan setidaknya ada tujuh hal yang memicu terjadinya pernikahan anak di Indonesia.

Pertama, pengaruh yang sangat kuat dari adat-istiadat, kebiasaan, dan agama. Kedua, tingkat kemiskinan dalam masyarakat.

Ketiga, letak geografis berupa desa dan kota. Keempat, ketidaksetaraan gender. Kelima, pengaruh terjadinya bencana. Keenam, minimnya akses terhadap informasi kesehatan reproduksi, Ketujuh, hamil di luar nikah.

Berdasarkan data yang dirilis oleh Bappenas, menurut Dr. Sonny, pernikahan anak justru terbanyak terjadi di Jawa Barat, disusul Jawa Timur, dan Jawa Tengah.

Sementara itu, daerah-daerah lain dari Sabang sampai Merauke juga banyak terjadi pernikahan anak, meskipun tidak sebanyak di ketiga daerah tersebut.

Berdasarkan data tahun 2011, kata Dr. Sonny, secara global Indonesia menempati posisi 37 sebagai negara yang banyak melakukan pernikahan anak, sedangkan pada tingkat ASEAN pada posisi kedua setelah Kamboja.

Namun, perubahan mencengangkan terjadi tahun 2018 di mana berdasarkan data SUSENAS Indonesia naik ke peringkat 8 dunia untuk pernikahan anak di bawah 18 tahun.

“Hal ini tentu menimbulkan kekhawatiran dan ironi bagi Indonesia”, kata Dr. Sonny menambahkan.

Sementara itu, narasumber kedua dalam webinar tersebut Dr. Susilowati S. Dajaan, S.H., M.H. menyoroti dispensasi pernikahan usia di bawah 19 tahun di masa pandemi covid-19.

Menurut Dr. Susilowati, dampak covid-19 bukan saja pada permasalahan ekonomi dan tenaga kerja, tetapi juga pada pengajuan dispensasi pernikahan anak di bawah umur.

Dr. Susilowati menyatakan bahwa permohonan dispensasi tersebut tidak mengenal waktu karena justru terjadi di masa pandemi covid-19.

Berdasarkan data, sejak Januari-Juni 2020 permohonan dispensasi pernikahan anak di seluruh kabupaten dan kota di Jawa Barat menyentuh angka 2.869 kasus.

Dari data tersebut, Kabupaten Tasikmalaya menduduki posisi tertinggi di Jawa Barat, bahkan di Indonesia, dengan jumlah 396 permohonan pada Januari-Juni 2020.

Posisi kedua ditempati oleh Sumedang dengan 130 kasus, dan kota Tasikmalaya di posisi ketiga dengan 118 kasus.

Berdasarkan data tersebut, Dr. Susilowati menyimpulkan bahwa masa pandemi berdampak kepada naiknya pengajuan permohonan dispensasi (pernikahan anak) di Jawa Barat. (NN).

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below