Menggagas Pembentukan Pengadilan HAM Nonberat Di Indonesia (Bagian Keduabelas)

Oleh: Hernadi Affandi

Berbagai peristiwa pelanggaran HAM sudah pernah dan banyak terjadi di Indonesia baik yang dilakukan oleh aparatur negara maupun oleh individu, masyarakat biasa, atau korporasi. Akibat adanya pelanggaran HAM tersebut, manusia Indonesia mengalami ketidaknyamanan, ketidakpastian, ketidakadilan, bahkan kesengsaraan, dan penderitaan. Keadaan itu menunjukkan bahwa upaya penghormatan, perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM belum berjalan sebagaimana mestinya. Hal itu secara langsung atau tidak langsung bukan saja telah mencederai tetapi juga merusak HAM itu sendiri.

Keberadaan HAM untuk memanusiakan manusia yang seharusnya dilindungi dan ditegakkan dalam keadaan apapun justru terganggu dan terusak akibat adanya pelanggaran HAM. Ketentuan peraturan perundang-undangan yang telah menegaskan arti penting upaya penghormatan, perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM, namun hal itu belum sepenuhnya terwujud dalam kenyataan. Dengan demikian, HAM yang seharusnya dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun menjadi kehilangan eksistensinya di dalam tataran praktik akibat adanya pelanggaran HAM tersebut.

Pelanggaran HAM memiliki jenis dan wujud yang berbeda-beda sesuai dengan jenis dan penggolongan HAM itu sendiri. Pelanggaran HAM dapat berupa perbuatan baik disengaja, tidak disengaja, kelalaian, membatasi, dan atau mencabut HAM seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang. Dalam hal ini, pelanggaran HAM memiliki kelas, kualitas, dan intensitas yang berbeda mulai dari yang sederhana sampai kepada yang kompleks. Selain itu, pelanggaran HAM juga dapat bersifat individual atau kolektif mulai dari kelompok sederhana sampai dengan organisasi negara.

Sementara itu, pelanggaran HAM sendiri dapat terjadi baik dalam HAM Sipil dan Politik (Sipol) maupun HAM Ekonomi, Sosial, dan Budaya (Ekosob). Artinya, pelanggaran HAM baik di bidang HAM Sipol maupun HAM Ekosob dapat berupa antara lain jika terjadi adanya perbuatan baik disengaja, tidak disengaja, kelalaian, membatasi, dan atau mencabut HAM tersebut. Dengan demikian, seberapa ringan, berat, luas, atau masif pelanggaran di bidang-bidang HAM tersebut akan terlihat dari apakah perbuatan itu disengaja, tidak disengaja, kelalaian, membatasi, atau mencabut HAM tertentu. Selain itu, akibat yang ditimbulkannya terhadap keberadaan HAM seseorang juga dapat menjadi kriteria atau tolok ukur dalam menentukan kualitas pelanggaran HAM tersebut.

Secara umum, hak-hak yang dikategorikan ke dalam hak-hak sipil antara lain adalah hak untuk: a. bebas berpergian dan berpindah tempat dan berdomisili dalam wilayah negara kesatuan Republik Indonesia; b. meninggalkan dan kembali ke wilayah negara kesatuan Republik Indonesia; c. mempertahankan kewarganegaraan; d. membentuk keluarga, memilih pasangan hidup dan melanjutkan keturunan; e. memiliki harta milik atas nama sendiri maupun bersama dengan orang lain; f. berpikir, berperasaan, berekspresi dan mengeluarkan pendapat dengan bebas; g. menggunakan bahasa apa pun dengan bebas; h. berkumpul dan berserikat dengan bebas dan damai; dan i. mendapatkan informasi.

Selanjutnya, kategori yang termasuk ke dalam hak-hak politik, antara lain hak untuk: a. mendapat perlakuan yang sama di hadapan hukum, lembaga peradilan dan badan-badan administrasi publik lainnya; b. mendapat rasa aman dan perlindungan dari negara terhadap kekerasan ras dan etnis baik kekerasan fisik, sosial maupun psikis baik disebabkan oleh aparatur pemerintah atau oleh perorangan, kelompok, lembaga atau organisasi tertentu; c. berpartisipasi dalam pemerintahan sebagaimana dalam kegiatan publik pada tingkat apa pun; dan d. berpartisipasi dalam bela negara.

Sementara itu, kategori yang termasuk ke dalam hak-hak ekonomi, antara lain hak untuk: a. berusaha mencari penghidupan yang layak di seluruh wilayah negara Indonesia; b. bekerja, memilih pekerjaan, memiliki kondisi kerja yang adil dan diinginkan; c. mendapat gaji yang pantas sesuai dengan pekerjaan dan sistem penggajian; d. membentuk dan menjadi anggota dari serikat pekerja; e. memperoleh perlindungan terhadap pengangguran; dan f. memiliki perumahan.

Terakhir, kategori yang termasuk ke dalam hak-hak sosial dan budava, antara lain hak untuk: a. memperoleh pelayanan kesehatan, pengobatan, jaminan sosial dan pelayanan-pelayanan sosial lainnya; b. memiliki kesempatan dan perlakuan yang sama atas segala bentuk pelayanan umum; c. memperoleh kesempatan dan berpartisipasi dalam peristiwa-peristiwa budaya, sosial, dan ekonomi; d. memperoleh kesempatan yang sama untuk mengekspresikan budayanya; e. menikmati, mendapatkan dan memperoleh jaminan atas terselenggaranya pendidikan dan pelatihan yang bertujuan untuk mencerdaskan dan/atau menambah keterampilannya, tanpa membedakan ras dan etnis; dan f. menyelenggarakan pendidikan tanpa memperhatikan ciri khas ras dan etnisnya.

Dalam konteks pelanggaran HAM yang memungkinkan pelakunya dapat diproses, dibawa, dan diadili di dalam pengadilan HAM nonberat bergantung kepada jenis dan kualitas pelanggarannya itu sendiri. Hal itu tentu memerlukan penelitian dan pengkajian yang mendalam untuk menentukan kriteria atau tolok ukur apakah termasuk pelanggaran ringan atau sedang. Selanjutnya, kriteria atau tolok ukur tersebut harus dituangkan ke dalam hukum positif, khususnya undang-undang, sebagai pedoman bagi para pihak terkait dalam proses peradilan. (Bersambung).

Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung.

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below