Menyoal Fenomena Caleg Gagal Dalam Pileg (Bagian Kedua)

Oleh: Hernadi Affandi

Adanya fenomena para caleg gagal dalam Pileg yang meminta kembali bantuan atau sumbangannya dari masyarakat bagi sebagian kalangan terdengar lucu, janggal, bahkan satir. Betapa tidak, kemungkinan besar uang atau barang yang diberikannya itu sudah habis atau dipakai.

Jika pemberian itu berupa uang pasti sudah habis dipakai atau dibelanjakan oleh si penerima karena dianggap sebagai rejekinya. Jika berupa beras atau sembako juga pasti sudah dimasak atau dimakan karena dianggap sebagai bantuan yang patut dinikmati oleh si penerima.

Demikian pula halnya, jika bantuan atau sumbangan itu berupa perbaikan jalan atau perbaikan rumah ibadah pasti juga sudah digunakan. Bahkan, bukan tidak mungkin jalan atau rumah ibadah yang sudah diperbaiki juga sudah rusak kembali atau bahkan belum sempat dikerjakan.

Artinya, upaya untuk meminta kembali uang atau barang yang sudah diberikan kepada masyarakat tentu sangat tipis harapannya untuk kembali. Kalaupun ada yang dapat diambil kembali pasti jumlahnya tidak sebesar atau sesuai dengan pemberian caleg yang bersangkutan.

Namun, bagi caleg yang bersangkutan mungkin itu cara satu-satunya untuk “membalas” sakit-hati, kekecewaan, atau kegundahannya. Prinsipnya mungkin supaya tidak terlalu rugi dengan semua yang telah dikeluarkan karena hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan di awal.

Pada waktu memberi sumbangan atau bantuan pasti para caleg itu berharap akan mendapatkan suara atau dukungan dari masyarakat. Sebagian caleg melakukan politik uang sesuai dengan kemampuan dan caranya masing-masing yang sifatnya ada yang senyap atau terang-terangan.

Bagi para caleg yang memiliki dana cukup mungkin politik uang bukan masalah yang penting terpilih. Tetapi, bagi para caleg yang memiliki dana ala-kadarnya politik uang tentu menjadi masalah besar. Konon banyak di antaranya yang hasil menjual aset, meminjam ke bank, dan lain-lain.

Namun, sebagian masyarakat justru sekarang sudah “pintar” dengan menjalankan motto “ambil uangnya jangan pilih orangnya”. Akibatnya, para caleg yang melakukan politik uang justru sedikit bahkan ada yang sama sekali tidak mendapatkan suara di daerah yang diberi bantuan.

Pertanyaannya, siapa yang harus disalahkan dalam hal ini? Sebenarnya, semua pihak yang terlibat juga masing-masing memiliki kesalahan sesuai dengan kadarnya masing-masing. Artinya, pihak yang salah bukan hanya penerima, tetapi juga para caleg dan tim suksesnya.

Politik uang sebenarnya sudah dilarang di dalam UU Pemilu bagi semua pihak yang terlibat, baik para caleg, tim kampanye atau tim sukses, maupun penerima. Larangan tersebut baik pada masa kampanye, masa tenang, maupun pada hari pemungutan suara sebagaimana diatur dalam Pasal 523 UU Pemilu

Selengkapnya, Pasal 523 UU Pemilu berbunyi sebagai berikut: (1) Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta Kampanye Pemilu secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (1) huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).

(2) Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja pada Masa Tenang menjanjikan atau memberikan imbalan uang atau materi lainnya kepada Pemilih secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 278 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp 48.000.000,00 (empat puluh delapan juta rupiah).

(3) Setiap orang yang dengan sengaja pada hari pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah). (Bersambung).

Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung.

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below