Menyoal Penghitungan Suara Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Bagian Keduabelas)

Oleh: Hernadi Affandi

Pemilihan Wakil Presiden oleh MPR menurut ketentuan tersebut selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari. Dengan demikian, jabatan Wakil Presiden tidak boleh kosong lebih dari dua bulan, sehingga MPR wajib menyelenggarakan sidang untuk memilih Wakil Presiden baru.

Selain itu, berdasarkan ketentuan Pasal 8 ayat (2) UUD 1945 pengusulan calon Wakil Presiden oleh Presiden kepada MPR jumlahnya harus dua orang tidak boleh kurang atau lebih. Hal itu tampak dari frasa: “untuk memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden.”

Atas dasar frasa tersebut, sebenarnya terselip pertanyaan: mengapa Presiden harus mengusulkan dua orang calon Wakil Presiden. Tampaknya, hal itu akan lebih mudah jika calon Wakil Presiden yang diajukan hanya satu orang, sehingga MPR cukup mengesahkan atau menetapkan saja.

Apabila calon Wakil Presiden yang diajukan ada dua orang, artinya MPR harus menentukan dulu kuorum sidang dan kuorum pemenang dalam pemilihan tersebut. Padahal, seperti dijelaskan sebelumnya bahwa untuk pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tidak diatur di dalam UUD 1945 dan UU Pemilu.

Pemilihan Wakil Presiden oleh MPR dalam rangka mengisi jabatan tersebut yang kosong karena Wakil Presiden naik menjadi Presiden akan bermasalah jika tanpa aturan yang jelas. Oleh karena itu, kekosongan aturan tersebut harus diisi agar sidang MPR dalam memilih Wakil Presiden dapat berjalan dengan baik.

Akibat tata cara pemilihan Wakil Presiden tidak diatur secara jelas di dalam UUD 1945 kemudian diatur dalam bentuk Peraturan MPR sendiri. Hal itu diatur dengan Peraturan MPR Nomor 1 Tahun 2019 Tentang Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat (Tatib MPR).

Ketentuan terkait dengan tata cara pemilihan Wakil Presiden diatur di dalam Bab IX, khususnya Paragraf 5 Tata Cara Pemilihan dan Pelantikan Wakil Presiden Dalam Hal Terjadi Kekosongan Jabatan Wakil Presiden. Dalam Paragraf 5 tersebut terdapat beberapa pasal yang perlu diperhatikan dalam hal tersebut, antara lain Pasal 124, Pasal 129, dan Pasal 130.

Selengkapnya, Pasal 124 berbunyi sebagai berikut: (1) Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, MPR menyelenggarakan Sidang Paripurna MPR dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari untuk memilih Wakil Presiden.

(2) Waktu penyelenggaraan Sidang Paripurna MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diputuskan di dalam Rapat Gabungan. (3) Rapat Gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan paling lambat 3×24 (tiga kali dua puluh empat) jam setelah terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden.

Berdasarkan ketentuan tersebut tampak bahwa kekosongan jabatan Wakil Presiden tidak boleh lebih dari enam puluh hari. Bahkan, MPR harus segera mengadakan rapat gabungan untuk menentukan waktu pemilihan Wakil Presiden dalam waktu tiga hari sejak jabatan tersebut kosong.

Selanjutnya, Pasal 129 berbunyi sebagai berikut: (1) Pimpinan MPR menetapkan 2 (dua) calon Wakil Presiden yang diusulkan oleh Presiden menjadi calon Wakil Presiden yang telah memenuhi persyaratan untuk dipilih berdasarkan laporan hasil kerja tim verifikasi.

(2) Dua calon Wakil Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyampaikan pernyataan kesiapan pencalonan dalam Sidang Paripurna MPR sebelum dilakukan pemilihan.

Sementara itu, Pasal 130 berbunyi sebagai berikut: (1) Dalam Sidang Paripurna MPR, MPR memilih satu di antara 2 (dua) calon Wakil Presiden. (2) Calon Wakil Presiden yang memperoleh suara terbanyak dalam pemilihan di Sidang Paripurna MPR ditetapkan sebagai Wakil Presiden.

(3) Dalam hal suara yang diperoleh tiap-tiap calon sama banyak, pemilihan diulang 1 (satu) kali lagi. (4) Dalam hal pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hasilnya tetap sama, Presiden memilih salah satu di antara calon Wakil Presiden.

Dalam ketentuan tersebut tidak dijelaskan pengertian suara terbanyak, tetapi dapat ditemukan di Pasal 95 meskipun tidak secara rinci. Pasal 95 berbunyi sebagai berikut: (1) Keputusan berdasarkan suara terbanyak ialah keputusan yang diambil melalui pemungutan suara.

(2) Pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengadakan penghitungan suara secara langsung dari Anggota MPR. (Bersambung).

Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung.

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below