Menyoal Penghitungan Suara Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Bagian Kesebelas)

Oleh: Hernadi Affandi

Berdasarkan ketentuan dalam UUD 1945 dan UU Pemilu, Presiden dan Wakil Presiden terpilih, artinya sebagai pemenang, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden. Ketentuan tersebut dapat dilakukan jika dalam keadaan normal atau tidak ada masalah tertentu yang signifikan.

Namun demikian, segala kemungkinan dapat terjadi terhadap pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih sebelum pelantikan. Kemungkinan tersebut dapat berupa apa saja termasuk hal yang paling buruk sekalipun, sehingga harus diantisipasi dengan baik sebelum terjadi.

Dalam hal ini, kemungkinan terburuk tersebut misalnya jika Presiden terpilih atau Wakil Presiden terpilih sebelum pelantikan berhalangan tetap tidak secara bersamaan. Kemungkinannya calon Presiden terpilih yang berhalangan tetap, atau calon Wakil Presiden terpilih yang berhalangan tetap.

Meskipun kemungkinan tersebut sangat kecil, bahkan diharapkan tidak terjadi dalam kenyataan, hukum harus mengantisipasinya dengan baik sebelum terjadi. Antisipasi menjadi sangat penting justru untuk mengatasi ketika kemungkinan yang dikhawatirkan itu benar-benar terjadi.

Oleh karena itu, UU Pemilu sudah menyediakan ketentuan yang bersifat antisipatif jika terjadi sesuatu yang tidak diharapkan terhadap pasangan calon terpilih. Antisipasi tersebut terutama apabila Presiden terpilih dan Wakil Presiden terpilih berhalangan tetap secara tidak bersamaan.

Ketentuan tersebut diatur di dalam Pasal 427 UU Pemilu yang berisi empat ayat yang isinya digunakan untuk keadaan yang berbeda. Intinya, penerapan ayat (1) jika dalam keadaan normal, sedangkan penerapan ayat (2), (3), dan (4) untuk dalam keadaan tidak normal atau luar biasa.

Selengkapnya, keempat ayat dari Pasal 427 UU Pemilu tersebut berbunyi sebagai berikut: (1) Pasangan Calon terpilih dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.

(2) Dalam hal calon Wakil Presiden terpilih berhalangan tetap sebelum pelantikan, calon Presiden terpilih dilantik menjadi Presiden. (3) Dalam hal calon Presiden terpilih berhalangan tetap sebelum pelantikan, calon Wakil Presiden terpilih dilantik menjadi Presiden.

(4) Dalam hal calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih berhalangan tetap sebelum dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden maka Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua Pasangan Calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang Pasangan Calonnya meraih suara terbanyak pertama dan kedua.

Berdasarkan ketentuan tersebut, terdapat tiga kemungkinan yang diantisipasi oleh UU Pemilu ketika terjadi sesuatu terhadap Presiden terpilih dan Wakil Presiden terpilih. Pertama, Wakil Presiden terpilih berhalangan tetap. Kedua, Presiden terpilih berhalangan tetap. Ketiga, Presiden dan Wakil Presiden terpilih berhalangan tetap.

Secara normatif, antisipasi jika calon Wakil Presiden terpilih berhalangan tetap adalah calon Presiden terpilih tetap dilantik tanpa pelantikan Wakil Presiden. Artinya, jabatan yang diisi dari hasil Pilpres adalah hanya jabatan Presiden, sedangkan jabatan Wakil Presiden dibiarkan kosong.

Sementara itu, antisipasi jika calon Presiden terpilih berhalangan tetap adalah Wakil Presiden terpilih dilantik menjadi Presiden. Artinya, jabatan yang terisi di sini pun hanya jabatan Presiden, sedangkan jabatan Wakil Presiden dibiarkan kosong karena berubah posisi menjadi Presiden.

Namun demikian, UU Pemilu tidak mengatur lebih lanjut terkait dengan nasib jabatan Wakil Presiden yang kosong tersebut. Misalnya, apakah jabatan Wakil Presiden tersebut akan dibiarkan kosong selamanya, dibiarkan kosong berapa lama, diisi segera dalam waktu singkat, dan sebagainya.

Tampaknya hal itu harus dikembalikan kepada ketentuan UUD 1945, khususnya Pasal 8 ayat (2). Selengkapnya, Pasal 8 ayat (2) berbunyi: Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden.

Berdasarkan ketentuan tersebut, tampak bahwa apabila terjadi kemungkinan terburuk berupa kosongnya jabatan Wakil Presiden harus segera dilakukan pemilihan oleh MPR. Pengisian kekosongan jabatan tersebut baik karena Presiden terpilih maupun Wakil Presiden terpilih yang berhalangan tetap tidak bersamaan. (Bersambung).

Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below