Menyoal Penghitungan Suara Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Bagian Keempatbelas)

Oleh: Hernadi Affandi

Mekanisme yang dijelaskan di atas dilakukan dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden karena sebelumnya Wakil Presiden naik menjadi Presiden. Dalam hal itu, Presiden sebelumnya adalah yang terpilih tetapi berhalangan tetap sebelum yang bersangkutan dilantik secara resmi oleh MPR.

Namun demikian, Tatib MPR ternyata tidak mengatur terkait dengan kekosongan Presiden dan Wakil Presiden yang berhalangan tetap secara bersamaan sebelum pelantikan. Meskipun kemungkinan hal itu sangat kecil terjadi, keadaan tersebut semestinya diantisipasi juga dalam Tatib MPR.

Selain itu, Tatib MPR tersebut juga tidak menjelaskan atau mengatur lebih lanjut tentang pengertian berhalangan tetap dan berhalangan tetap secara bersamaan. Penyebutan kedua istilah tersebut terdapat di dalam UU Pemilu, khususnya dalam Pasal 427 seperti yang sudah dijelaskan.

Selain itu, ketentuan yang menyebutkan berhalangan tetap adalah Pasal 118 dan Pasal 234 ayat (1) UU Pemilu.  Selengkapnya, Pasal 118 berbunyi sebagai berikut: Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai berakhir masa jabatannya.

Sementara itu, penjelasan Pasal 234 ayat (1) menjelaskan: “Yang dimaksud dengan “berhalangan tetap” adalah meninggal dunia atau tidak diketahui keberadaannya.” Dengan demikian, berhalangan tetap maksudnya adalah “meninggal dunia” (mangkat) tidak termasuk berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya.

UU Pemilu justru memasukkan pengertian berhalangan tetap termasuk “tidak diketahui keberadaannya”. Hal itu artinya menambah pengertian sebagaimana yang sudah ditegaskan di dalam UUD 1945, khususnya dalam Pasal 8 ayat (3) sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya.

Sebaliknya, istilah “secara bersamaan” disebutkan di dalam UUD 1945, khususnya Pasal 8 ayat (3). Adapun Pasal 8 ayat (3) UUD 1945 berbunyi: Jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, …”.

Berdasarkan beberapa ketentuan tersebut, tampak istilah yang digunakan tidak konsisten antara satu ketentuan dengan ketentuan lainnya. Hal itu dapat menimbulkan persoalan apabila terjadi peristiwa selain mangkat (meninggal) apakah termasuk berhalangan tetap atau tidak.

Misalnya, makna berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya dalam Pasal 8 ayat (3) UUD 1945 semestinya termasuk pengertian berhalangan tetap. Namun demikian, UU Pemilu dan Tatib MPR tidak memasukkan pengertian tersebut sebagai berhalangan tetap.

Sementara itu, Tatib MPR sudah mengatur tata cara pengisian jabatan Presiden dan Wakil Presiden apabila berhalangan tetap secara bersamaan. Namun demikian, ketentuan tersebut lebih didasarkan kepada alasan apabila sudah memasuki jabatan alias sudah dilantik secara resmi oleh MPR.

Artinya, kedua pejabat negara tersebut sudah memasuki dan memulai tugasnya sebagai Presiden dan Wakil Presiden bukan hanya masih sebagai pasangan calon terpilih. Hal itu berbeda statusnya karena kasus yang pertama belum menjabat, sedangkan kasus yang kedua sudah menjabat atau sudah melaksanakan tugas.

Apabila kondisi tersebut yang terjadi, mekanismenya harus menggunakan ketentuan yang terdapat di dalam Paragraf 6 Tatib MPR. Paragraf 6 mengatur tentang Tata Cara Pemilihan dan Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Jika Keduanya Berhenti Secara Bersamaan Dalam Masa Jabatannya.

Dalam Paragraf 6 tersebut, terdapat beberapa pasal yang perlu digarisbawahi terkait dengan tata cara pemilihan Presiden dan Wakil Presiden baru apabila yang sebelumnya berhalangan tetap. Beberapa pasal tersebut adalah Pasal 134, Pasal 135, dan Pasal 136.

Pasal 134 berbunyi: (1) Dalam hal Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atautidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, pelaksana tugas kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama sampai dengan terpilih dan dilantiknya Presiden dan Wakil Presiden baru oleh MPR.

(2) Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Presiden dan Wakil Presiden hasil pemilihan umum. (Bersambung).

Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung.

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below