Menyoal Penghitungan Suara Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Bagian Kesepuluh)

Oleh: Hernadi Affandi

Berkaitan dengan teknis penghitungan suara hasil Pilpres sebenarnya sudah ada pengaturannya yang agak lebih rinci di dalam undang-undang pelaksana dari UUD 1945. Undang-undang tersebut adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).

UU Pemilu tersebut merupakan dasar hukum yang pernah digunakan dalam Pemilu tahun 2019 dan selanjutnya akan digunakan dalam Pemilu 2024. Secara substantif, UU Pemilu tersebut tidak mengalami perubahan karena yang berbeda adalah dalam tataran pelaksanaannya saja.

UU Pemilu tersebut merupakan gabungan dari tiga undang-undang yang mengatur hal yang berkaitan dengan Pemilu. Kehadiran UU Pemilu tersebut adalah dalam rangka menjadi dasar hukum pemilu secara serentak sebagaimana dituangkan dalam konsiderans menimbang huruf d UU Pemilu.

Selengkapnya, konsiderans menimbang huruf d tersebut berbunyi sebagai berikut: bahwa Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah perlu disatukan dan disederhanakan menjadi satu undang-undang sebagai landasan hukum bagi pemilihan umum secara serentak.

Adapun ketentuan terkait dengan penetapan hasil Pilpres terdapat di dalam BAB XII Bagian Kesatu Penetapan Perolehan Suara Presiden dan Wakil Presiden, khususnya Pasal 416. Ketentuan tersebut tampak agak lebih rinci jika dibandingkan dengan ketentuan yang terdapat di dalam Pasal 6A ayat (3) dan (4) UUD 1945.

Selengkapnya, Pasal 416 UU Pemilu tersebut berbunyi sebagai berikut: (1) Pasangan Calon terpilih adalah Pasangan Calon yang memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen) dari jumlah suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan sedikitnya 20% (dua puluh persen) suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari 1/2 (setengah) jumlah provinsi di Indonesia.

(2) Dalam hal tidak ada Pasangan Calon terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), 2 (dua) Pasangan Calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dipilih kembali oleh rakyat secara langsung dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

(3) Dalam hal perolehan suara terbanyak dengan jumlah yang sama diperoleh oleh 2 (dua) Pasangan Calon, kedua Pasangan Calon tersebut dipilih kembali oleh rakyat secara langsung dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

(4) Dalam hal perolehan suara terbanyak dengan jumlah yang sama diperoleh oleh 3 (tiga) Pasangan Calon atau lebih, penentuan peringkat pertama dan kedua dilakukan berdasarkan persebaran wilayah perolehan suara yang lebih luas secara berjenjang.

(5) Dalam hal perolehan suara terbanyak kedua dengan jumlah yang sama diperoleh oleh lebih dari 1 (satu) Pasangan Calon, penentuannya dilakukan berdasarkan persebaran wilayah perolehan suara yang lebih luas secara berjenjang.

Berdasarkan ketentuan tersebut tampak terdapat sedikit perbedaan dengan ketentuan yang diatur di dalam UUD 1945. Perbedaannya menurut UU Pemilu tersebut adalah adanya tambahan ketentuan berupa persebaran wilayah peolehan suara yang lebih luas secara berjenjang sebagai faktor penentu.

Hal itu dapat terjadi apabila setelah dilaksanakan Pilpres putaran kedua suara yang diperoleh masing-masing pasangan calon masih sama. Dengan demikian, ketentuan dalam UUD 1945 dan UU Pemilu tersebut tidak membuka kemungkinan dilaksanakannya Pilpres putaran ketiga.

Selain itu, ketentuan tersebut juga semakin menegaskan bahwa dalam penentuan pemenang Pilpres tidak seperti yang digambarkan oleh hasil survey selama ini. Alasannya, hasil survey tidak menjelaskan persebaran jumlah provinsi apalagi perolehan suara yang lebih luas secara berjenjang.

Oleh karena itu, masyarakat juga perlu berhati-hati dalam menyikapi hasil survey terkait dengan kemenangan pasangan calon dalam Pilpres. Peraturan perundang-undangan yang ada telah mengatur hal tersebut cukup rumit dalam menentukan pemenang sesungguhnya (Bersambung).

Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung.

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below