Menyoal Penghitungan Suara Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Bagian Kesembilan)

Oleh: Hernadi Affandi

Seperti sudah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam sidang MPR perubahan UUD 1945 terdapat dua aspek yang harus dipenuhi. Pertama, kuorum sidang MPR minimal 2/3 anggota. Kedua, kuorum sahnya putusan MPR minimal disetujui oleh lima puluh persen plus satu.

Mekanisme pengambilan putusan dalam perubahan UUD 1945 tersebut tampaknya dapat juga diterapkan dalam konteks pemilihan Presiden dan Wakil Presiden oleh MPR. Hal itu mengingat mekanisme pemilihan Presiden dan Wakil Presiden oleh MPR tidak diatur di dalam UUD 1945.

Akibat tidak ada pengaturan mekanisme dan tatacara pemilihan Presiden dan Wakil Presiden oleh MPR dalam UUD 1945 dikhawatirkan akan terjadi persoalan. Ketiadaan aturan yang jelas, tegas, rinci, dan terbuka akan mudah dimanipulasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.

Sebagai konsekuensinya, hal itu akan dapat berdampak terhadap keabsahan Presiden dan Wakil Presiden hasil pilihan MPR. Dengan kata lain, produk pilihan MPR tersebut dapat dianggap memiliki cacat prosedur dan dianggap tidak sesuai dengan kehendak suara mayoritas rakyat.

Adanya kesalahan prosedur atau mekanisme pemilihan oleh MPR dapat menghasilkan Presiden dan Wakil Presiden terpilih tidak sesuai dengan suara rakyat. Misalnya, Presiden dan Wakil Presiden terpilih bukan berasal dari partai politik atau gabungan partai politik pemenang dalam Pilpres sebelumnya.

Keadaan tersebut dapat saja menimbulkan gejolak di masyarakat karena masyarakat merasa dikhianati atau dipermainkan oleh MPR. Dalam hal ini, gejolak yang timbul misalnya dalam bentuk penolakan atau pembangkangan massal yang dilakukan oleh rakyat atas hasil pilihan MPR.

Hal itu sangat logis terjadi terutama jika Presiden dan Wakil Presiden hasil pilihan MPR ternyata berbeda dengan hasil pilihan rakyat secara langsung dalam Pilpres. Terlebih lagi apabila perbedaan tersebut disebabkan oleh ketiadaan aturan main dalam pemilihan tersebut oleh MPR.

Alih-alih pemilihan Presiden dan Wakil Presiden oleh MPR untuk mengisi kekosongan jabatan karena keduanya berhalangan tetap justru dapat menjadi ajang pergolakan politik. Apabila hal itu terjadi tentu akan merugikan dan mengganggu kehidupan politik dan ketatanegaraan di Indonesia.

Oleh karena itu, persoalan yang dihadapi dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden oleh MPR bukan semata-mata karena ketiadaan pengaturan. Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah pengaturan tersebut harus jelas, tegas, rinci, dan terbuka, sehingga tidak mudah dimanipulasi.

Selain itu, terdapat pula faktor penyebab kemungkinan munculnya persoalan dalam pemilihan pengganti Presiden dan Wakil Presiden oleh MPR. Hal itu disebabkan UUD 1945 yang membuka ruang pemilihan tersebut diikuti oleh peraih suara tertinggi pertama dan kedua dalam Pilpres.

Adanya dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang dapat dipilih MPR justeru dapat membuka ruang terjadinya konflik politik di MPR dan gejolak di masyarakat. Persoalan akan muncul ketika Presiden dan Wakil Presiden pilihan MPR bukan berasal dari partai politik atau gabungan partai politik pemenang dalam Pilpres sebelumnya.

Persoalan tersebut sebenarnya dapat dihindarkan apabila UUD 1945 memberikan kewenangan kepada MPR untuk langsung menetapkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden. Selanjutnya, MPR melantik pasangan calon tersebut sebagai Presiden dan Wakil Presiden definitif.

Dalam hal itu, pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik pemenang Pilpres sebelumnya. Mekanisme tersebut lebih mudah karena tidak perlu melakukan pemilihan ulang yang beresiko adanya perbedaan hasil pilihan MPR dengan rakyat.

Mekanisme tersebut juga akan terasa adil bagi partai politik atau gabungan partai politik pemenang karena pengganti Presiden dan Wakil Presiden berasal dari pihak yang sama. Hal itu juga sebagai bentuk pengakuan dan penghormatan atas kemenangannya dalam Pilpres sebelumnya.

Oleh karena itu, ketiadaan pengaturan dalam UUD 1945 ke depan perlu dicari jalan keluarnya dengan diatur ke dalam peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini, mekanisme dan tatacara pemilihan Presiden dan Wakil Presiden oleh MPR harus diatur secara jelas, tegas, rinci, dan terbuka. (Bersambung).

Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung.

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below