Menyoal Politik Uang Dalam Pemilu di Indonesia (Bagian Kesembilan)

Oleh: Hernadi Affandi

Adanya praktik politik uang dalam pelaksanaan Pemilu legislatif tahun 2004 kemudian diantisipasi agar tidak terulang dalam pemilu berikutnya dengan dikeluarkannya undang-undang baru yang menggantikan undang-undang lama. Dalam hal ini, UU Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD yang lama dicabut dan digantikan dengan UU Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Artinya, pelaksanaan Pemilu legislatif tahun 2009 didasarkan kepada undang-undang yang baru tersebut.

Dalam UU Pemilu yang baru tersebut diatur kembali secara tegas adanya larangan bagi pelaksana, peserta, dan petugas kampanye “menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya” kepada peserta kampanye (Pasal 84 ayat (1) huruf j). Namun demikian, “menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya” dalam pasal tersebut tidak disebut dengan istilah politik uang. Istilah politik uang justru disebutkan dalam Pasal 218, tetapi tidak dijelaskan arti atau definisinya di dalam Ketentuan Umum atau Penjelasan UU tersebut.

Adapun pengertian pelaksana kampanye, peserta kampanye, dan petugas kampanye terdapat di dalam Pasal 78 UU Pemilu tersebut. Pasal 78 berbunyi sebagai berikut: (1) Pelaksana kampanye Pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD Kabupaten/kota terdiri atas pengurus partai politik, calon anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, juru kampanye, orang-seorang, dan organisasi yang ditunjuk oleh Peserta Pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.

Selanjutnya, (2) Pelaksana kampanye Pemilu anggota DPD terdiri atas calon anggota DPD, orang-seorang, dan organisasi yang ditunjuk oleh Peserta Pemilu anggota DPD. (3) Peserta kampanye terdiri atas anggota masyarakat. (4) Petugas kampanye terdiri atas seluruh petugas yang memfasilitasi pelaksanaan kampanye. Artinya, pelaksana kampanye dapat pengurus partai politik, calon, juru kampanye, orang-seorang, dan organisasi yang ditunjuk. Adapun peserta kampanye adalah anggota masyarakat, sedangkan petugas kampanye adalah seluruh petugas yang memfasilitasi pelaksanaan kampanye.

Adanya larangan “menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya” tersebut apabila terjadi pelanggaran diancam dengan sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 86 UU Pemilu tersebut. Selengkapnya, Pasal 86 berbunyi: Dalam hal terdapat bukti permulaan yang cukup atas adanya pelanggaran larangan kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1) dan ayat (2) oleh pelaksana dan peserta kampanye, maka KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota menjatuhkan sanksi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

UU Pemilu tersebut menegaskan beberapa jenis sanksi baik bagi pelaksana, peserta, maupun petugas kampanye jika “menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya” kepada peserta kampanye. Larangan tersebut antara lain dicantumkan di dalam Pasal 87 (pelaksana kampanye), Pasal 88 (pelaksana kampanye sekaligus calon), Pasal 265 (setiap orang), Pasal 274 (pelaksana kampanye), dan Pasal 286 (setiap orang). Namun demikian, UU Pemilu tersebut tidak mengatur sanksi terhadap penerima politik uang berupa uang atau materi lainnya, termasuk juga pemberian yang dilakukan di luar masa kampanye.

Pasal 87 berbunyi sebagai berikut: Dalam hal terbukti pelaksana kampanye menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye secara langsung ataupun tidak langsung agar: a. tidak menggunakan hak pilihnya; b. menggunakan hak pilihnya dengan memilih Peserta Pemilu dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah; c. memilih Partai Politik Peserta Pemilu tertentu; d. memilih calon anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota tertentu; atau e. memilih calon anggota DPD tertentu, dikenai sanksi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

Penjelasan Pasal 87 menjelaskan bahwa “Yang dimaksud menjanjikan atau memberi adalah inisiatifnya berasal dari pelaksana kampanye yang menjanjikan dan memberikan untuk mempengaruhi pemilih. Yang dimaksud materi dalam Pasal ini tidak termasuk barang-barang yang merupakan atribut kampanye pemilu, antara lain kaos, bendera, topi dan atribut lainnya.” Berdasarkan penjelasan tersebut, inisiatif politik uang harus berasal dari pelaksana kampanye, yaitu pengurus partai politik, calon, juru kampanye, orang-seorang, dan organisasi yang ditunjuk. Sementara itu, atribut kampanye yang diberikan kepada peserta kampanye bukan dianggap sebagai politik uang. (Bersambung).

Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung.

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below