Pemberian Gelar Pahlawan Nasional

 oleh: Hernadi Affandi

Setiap menjelang tanggal 10 November, Presiden Republik Indonesia melalui Kementerian Sosial selalu menetapkan atau memberikan gelar pahlawan nasional yang baru. Pemberian gelar pahlawan nasional merupakan anugerah kepada mereka yang dianggap berjasa kepada bangsa dan negara. Mekanisme pemberian gelar pahlawan nasional tersebut didasarkan kepada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Secara konstitusional, ketentuan tentang pemberian gelar dan tanda jasa diatur di dalam Pasal 15 UUD 1945. Ketentuan Pasal 15 UUD 1945 berbunyi sebagai berikut: “Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan undang-undang.” Ketentuan tersebut terakhir diatur di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 Tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. Undang-Undang tersebut disahkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 18 Juni 2009.

Sementara itu, pengundangan undang-undang tersebut dilakukan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Andi Mattalatta, pada tanggal 18 Juni 2009. Pengundangan tersebut dilakukan dengan penempatannya ke dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 94, sedangkan Penjelasannya diundangkan ke dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5023.

Kehadiran undang-undang tersebut mencabut dan menggantikan sebanyak 17 undang-undang yang mengatur tentang pemberian beberapa jenis gelar pahlawan sebelumnya. Beberapa undang-undang yang dicabut di antaranya adalah  Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1954 tentang Tanda Kehormatan Sewindu Angkatan Perang Republik Indonesia, dan Undang-Undang Nomor 65 Tahun 1958 tentang Pemberian Tanda-tanda Kehormatan Bintang Sakti dan Bintang Dharma.

Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1963 tentang Tanda Kehormatan Bintang Jasa, Undang-Undang Nomor 33 Prps Tahun 1964 tentang Penetapan Penghargaan dan Pembinaan terhadap Pahlawan, dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1968 tentang Tanda Kehormatan Bintang Jalasena. Selain itu, masih ada beberapa undang-undang lain yang sebelumnya juga mengatur tentang jenis gelar, tanda jasa, atau tanda kehormatan yang juga dicabut oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2020.

Syarat dan Ketentuan Pahlawan Nasional

Masyarakat perlu memahami terkait dengan pengertian, syarat, dan tata cara pengajuan sampai dengan pemberian gelar pahlawan nasional terhadap seseorang yang dianggap berjasa bagi bangsa dan negara. Hal itu secara umum diatur di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 Tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan dan peraturan pelaksananya. Misalnya, Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan tersebut memberikan pengertian pahlawan nasional sebagai berikut:

“Pahlawan Nasional adalah gelar yang diberikan kepada warga negara Indonesia atau seseorang yang berjuang melawan penjajahan di wilayah yang sekarang menjadi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang gugur atau meninggal dunia demi membela bangsa dan negara, atau yang semasa hidupnya melakukan tindakan kepahlawanan atau menghasilkan prestasi dan karya yang luar biasa bagi pembangunan dan kemajuan bangsa dan negara Republik Indonesia.

Sementara itu, Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU Tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan menjelaskan “Yang dimaksud dengan “Pahlawan Nasional” adalah Gelar yang diberikan oleh negara yang mencakup semua jenis Gelar yang pernah diberikan sebelumnya, yaitu Pahlawan Perintis Kemerdekaan, Pahlawan Kemerdekaan Nasional, Pahlawan Proklamator, Pahlawan Kebangkitan Nasional, Pahlawan Revolusi, dan Pahlawan Ampera. Dalam ketentuan ini, tidak termasuk gelar kehormatan Veteran Republik Indonesia.”

Secara umum, Pasal 3 Undang-Undang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan tersebut menyebutkan tiga tujuan pemberian baik gelar, tanda jasa, maupun tanda kehormatan, yaitu: pertama, menghargai jasa setiap orang, kesatuan, institusi pemerintah, atau organisasi yang telah mendarmabaktikan diri dan berjasa besar dalam berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara; kedua,  menumbuh-kembangkan semangat kepahlawanan, kepatriotan, dan kejuangan setiap orang untuk kemajuan dan kejayaan bangsa dan negara; dan ketiga, menumbuhkembangkan sikap keteladanan bagi setiap orang dan mendorong semangat melahirkan karya terbaik bagi kemajuan bangsa dan negara.

Selanjutnya, syarat-syarat untuk memperoleh Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan diatur di dalam Pasal 24 yang mengatur tentang syarat umum dan khusus. Adapun syarat umum terdiri atas:

  1. WNI atau seseorang yang berjuang di wilayah yang sekarang merjadi wilayah NKRI;
  2. memiliki integritas moral dan keteladanan;
  3. berjasa terhadap bangsa dan negara;
  4. berkelakuan baik;
  5. setia dan tidak mengkhianati bangsa dan negara; dan
  6. tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun.

Sementara itu, syarat khusus untuk Gelar diberikan kepada seseorang yang teiah meninggal dunia dan yang semasa hidupnya memiliki jasa sebagai berikut:

  1. pernah memimpin dan melakukan perjuangan bersenjata atau perjuangan politik atau perjuangan dalam bidang lain untuk mencapai, merebut, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan serta mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa;
  2. tidak pernah menyerah pada musuh dalam perjuangan;
  3. melakukan pengabdian dan perjuangan yang berlangsung hampir sepanjang hidupnya dan melebihi tugas yang diembannya;
  4. pernah melahirkan gagasan atau pemikiran besar yang dapat menunjang pembangunan bangsa dan negara;
  5. pernah menghasilkan karya besar yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat luas atau meningkatkan harkat dan martabat bangsa;
  6. memiliki konsistensi jiwa dan semangat kebangsaan yang tinggi; dan/atau
  7. melakukan perjuangan yang mempunyai jangkauan luas dan berdampak nasional.

Selanjutnya, Undang-Undang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan tersebut juga mengatur hak dan kewajiban bagi penerimanya. Pasal 33 ayat (1) menegaskan bahwa “Setiap penerima Gelar, Tanda Jasa, dan/atau Tanda Kehormatan berhak atas penghormatan dan penghargaan dari negara.” Penghormatan dan penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk penerima Gelar dapat berupa: a. pengangkatan atau kenaikan pangkat secara anumerta; b. pemakaman dengan upacara kebesaran militer; c. pemakaman atau sebutan lain dengan biaya negara; d. pemakaman di taman makam pahlawan nasional; dan/atau e. pemberian sejumlah uang sekaligus atau berkala kepada ahli warisnya.

Sementara itu, kewajiban bagi keturunan atau ahli waris penerima Gelar adalah: a. menjaga nama baik pahlawan dan jasa yang telah diberikan kepada bangsa dan negara; b. menjaga dan melestarikan perjuangan, karya, dan nilai kepahlawanan; dan c. menumbuhkan dan membina semangat kepahlawanan.

Pemberian Gelar, Tanda Jasa, dan/atau Tanda Kehormatan ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Pemberian gelar, misalnya, dapat dilakukan pada hari besar nasional atau pada hari ulang tahun masing-masing lembaga negara, kementerian, dan lembaga pemerintah nonkementerian.

Penutup

Secara umum dapat disimpulkan bahwa pemberian gelar, tanda jasa, atau tanda kehormatan merupakan hak konstitusional dari Presiden sebagaimana diatur di dalam UUD 1945. Pemberian gelar, tanda jasa, atau tanda kehormatan merupakan hal yang penting dilakukan oleh negara terhadap seseorang yang sudah berjasa kepada bangsa dan negara. Pemberian gelar, tanda jasa, atau tanda kehormatan merupakan wujud tanggung jawab negara dalam memberikan penghormatan dan perlindungan terhadap jasa-jasa para pahlawan yang dianugerahi gelar pahlawan nasional.

Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung.

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below